PENGGUNAAN CITRAAN
DALAM PUISI ’SAJAK SEBATANG POHON KARET’
KARYA SANDI FIRLY
SANDI FIRLY
Sandi Firly yang lahir
pada tanggal 16 Oktober 1975 di Kuala Pembuang Kabupaten Seruyan Provinsi
Kalimantan Tengah. Alumni FISIP Universitas Islam Kalimantan ini sehari-harinya
ia adalah seorang wartawan tepatnya Redaktur Pelaksana merangkap redaktur ruang
Cakrawala Sastra dan Budaya di SKH Radar Banjarmasin, lalu hijrah ke Bandung
dipercayakan sebagai Pimpinan Redaksi SKH Radar Bandung dan sekarang kembali
lagi ke Kalimantan Selatan aktif sebagai Redaktur Pelaksana SKH Media
Kalimantan.
Ia mulai menulis sejak
tahun 1990-an yang awal-awalnya ia sering diminta teman-teman SMA-nya
menuliskan surat-surat cinta untuk cewek yang disukainya. Dan dari kebisaan
inilah yang mengantarkannya secara serius menggeluti dunia tulis menulis.
Puisi-puisinya ikut dimuat dalam antologi bersama. Antara lain dalam Antologi
Puisi Bulan Ditelan Kutu (Banjarmasin, 2004),
dalam Antologi Puisi Taman Banjarbaru,
(Banjarbaru, 2006) dan dalam Antologi Puisi Konser
Kecemasan, Sajak-sajak Peduli Lingkungan Hidup Penyair Kalimantan Selatan (Banjarmasin, 2010).
Ia juga piawai dalam
menulis cerpen. Beberapa judul di antaranya telah dibukukan bersama Harie
Insani Putra dalam kumpulan cerpen Perempuan
yang Memburu Hujan (2007). Salah satu cerpennya yang berjudul Perempuan Balian yang dimuat dalam
Harian Kompas juga ikut terpilih dalam buku Kumpulan Cerpen Pilihan Surat Kabar
Kompas 2012.
Selain itu ia juga
rajin menulis novel antara lain novel Rumah
Debu (2010), novel Lampau (2013)
dan novel Hanya Sebutur Debu (2014).
Dan Novelnya yang berjudul Rumah Debu
telah mengantarkannya menjadi salah satu dari 15 penulis terpilih dalam Ubud Writer and Readers Festival 2011 di
Bali.
Pada tahun 2007 atas
dedikasinya Sandi Firly menerima Penghargaan Hadiah Seni Bidang Sastra dari
Gubernur Kalimantan Selatan. Selanjutnya di sini kita akan mengenal lebih dekat
lagi dengan Sandi Firly melalui PENGUNAAN CITRAAN dalam puisinya yang berjudul Sajak Sebatang Pohon Karet yang ada di
halaman 146 buku Konser Kecemasan,
Sajak-sajak Peduli Lingkungan Hidup Penyair Kalimantan Selatan, berikut di
bawah ini
***
Salah satu dari Sembilan Bahan Pokok yang diperlukan dalam
menulis sebuah puisi adalah Citraan, yaitu gambaran perasan yang
diungkapkan penyair dalam untaian kata-kata dalam sebuah puisi. Citraan yang
baik gambaran yang mampu membuat pembaca turut merasakan apa yang digambarkan
penyair dalam sebuah puisi. Sehingga ketika membaca sebuah puisi pembaca merasa
seakan-akan berada di tempat kejadian sehingga seolah-olah dapat melihat, dapat
mendengar dan dapat merasakan apa yang digambarkan penulisnya.
Di dalam sebuah puisi citraan itu terdiri dari Citraan Penglihatan, Citraan Pendengaran, Citraan Perabaan, Citraan
Penciuman, Citraan Pencecapan dan bisa juga berupa Citraan gerak.
Citraan penglihatan adalah citraan yang ditimbulkan oleh indera penglihatan (mata). Citraan
penglihatan mampu memberi rangsangan kepada indera penglihatan sehingga pembaca
merasa seakan-akan bena-benar melihat apa yang digambarkan penyair. Ketika
penyairnya mengungkapkan tentang laut, maka pembaca pun turut merasakan seakan
benar-benar melihat laut dengan gelombang dan ombak-ombaknya yang berkejaran
menuju pantai. Demikian pula jika penyairnya mengungkapkan tentang alam
pegunungan, pembaca dapat merasakan seakan-akan benar-benar melihat pengunungan
dengan segala keindahannya.
Citraan pendengaran adalah citraan yang dihasilkan
dengan cara mengungkapkan bunyi suara, sehingga pembaca merasa seolah-olah
benar-benar mendengar bunyi suara yang digambarkan dalam sebuah puisi. Manakala
penyairnya mengungkapkan temntang bunyi seruling anak gembala di tengah sawah, pembaca juga turut merasakan seakan-akan
benar-benar mendengar bunyi seruling itu. Atau ketika penyair mengunkapkan
bunyi gelegar guntur di langit, maka pembaca juiga seakan mendengar bunyi
guntur menggelegar memecah angkasa.
Citraan perabaan adalah citraan yang dapat dirasakan oleh indera peraba (kulit). Pada saat membacakan atau mendengarkan
larik-larik puisi, bila terdapat diksi sesuatu yang dapat dirasakan kulit,
misalnya dingin, panas, lembut, kasar, maka pembaca pun turut merasakan dingin,
panas, lembuit dan kasarnya esuatu tsb.
Citraan penciuman adalah citraan yang berhubungan
dengan kesan atau gambaran yang dihasilkan oleh indera penciuman. Citraan ini
tampak saat kita membaca atau mendengar kata-kata tertentu, kita seperti
mencium aroma atau bau sesuatu.
Citraan pencecapan adalah citraan yang berhubungan
dengan kesan atau gambaran yang dihasilkan oleh indera pencecap. Sehingga
pembaca seolah-olah mencicipi sesuatu yang menimbulkan rasa tertentu, pahit,
manis, asin, pedas, enak, nikmat, dan sebagainya.
Citraan gerak adalah
gambaran tentang sesuatu yang seolah-olah dapat bergerak. Maka pembaca pun
meradsa seakan ikut bergerak. Untuk lebih jelasnya terntang penggunaana citraan
tsb. Marilah kita lihat cermati penggunaan citraan pada puisi Sajak Sebatang Pohon Karet Karya Sandi Firly
***
Sajak
Sebatang Pohon Karet
Aku telah menyaksikan gajah-gajah besi
seperti pasukan Abrahah di tepi hutan ini
berderap, menerbangkan debu hitam batubara
dan tanah kering merah bata
Pepohonan sunyi burung
embun lesap sebelum mencium daun
angin kaku, kehilangan peta arah
pada subuh beraroma barah
Tanah terang, anak penakik getah datang
wajahnya pucat lesi bulan kesiangan
telah terbayang harga karet turun
beribu-ribu
sebab berserbuk, kesat kain belacu
Nadiku tersekat berlarat-larat
dalam bola mata anak penakik getah yang
sekarat
tepi hutan, tepi kematian
suaranya kian menghilang
Kubayangkan arakan ababil datang dari
samudera sunyi a,v
menghujani gajah-gajah besi dengan batu api
langit terbakar, berkibar, menerbangkan
lelatu
tepi hutan ini pun berubah menjadi abu
bulan awal tahun 2008
(Konser Kecemasan hal. 146)
Sajak Sebatang Pohon Karet karya Sandi Firly ini sepenuhnya ditulis
dengan Citraan Pendengaran dan juga
sekaligus menggunakan Citraan
Penglihatan. Untuk lebih jelasnya marilah kita cermati paparan bait-bait
puisi ini.
Untuk itu marilah kita
cermati bait 1 sebagai berikut di bawah ini
1. Aku telah menyaksikan gajah-gajah besi
2. seperti pasukan Abrahah di tepi hutan
ini
3.berderap, menerbangkan debu hitam
batubara
4. dan tanah kering merah bata
Bait 1 ini diawali
dengan Citraan Pendengaran yang
ditandai dengan ungkapan Aku telah
menyaksikan dilarik 1. Di mana pembaca seakan mendengar seseorang yang
mengatakan, “Aku telah menyaksikan
gajah-gajah besi.” Juga seakan
mendengar bunyi deru mesin truk-truk besar dalam Aku telah menyaksikan gajah-gajah besi di larik 1 dan 2 dalam ungkapan seperti pasukan Abrahah di tepi hutan ini. Di sini juga ada Citraan Penglihatan. Pembaca
seakan-akan melihat debu batubara dan debu merah bata beterbangan I sepanjang
jalan yang dilalui.
Berikutnya mari kita
cermati penggunaan Citraan di bait 2 di bawah ini.
5. Pepohonan sunyi burung
6. embun lesap sebelum mencium daun
7. angin kaku, kehilangan peta arah
8. pada subuh beraroma barah
Bait 2 ini dibangun
dengan Citraan Penglihatan di mana
pembaca seakan melihat tak burung di pohon-pohon yang di selimuti debu hitam
batubara.
Selanjutnya kita
cermati penggunaan Citraan di bait 3
di bawah ini
09. Tanah terang, anak penakik getah datang
10. wajahnya pucat lesi bulan kesiangan
11. telah terbayang harga karet turun
beribu-ribu
12. sebab berserbuk, kesat kain belacu
Bait 3 ini juga ditulis
dengan menggunakan Citraan Penglihatan,
di mana pembaca seakan melihat pagi sudah mulai terang dan nampak anak-anak
penakik getah karet dengan wajah pucat membayangkan harga getah karet akan
turun beribu-ribu karena ada serbuk batu bara secara kesat mata terlihat
seperti debu yang menempel di kain belacu.
Berikutnya mari kita
cermati penggunaan Citraan di bait 4
di bawah ini
13. Nadiku tersekat berlarat-larat
14. dalam bola mata anak penakik getah yang
sekarat
15. tepi hutan, tepi kematian
16. suaranya kian menghilang
Di bait 4 ini Sandi
Firly kembali membuka bait ini dengan Citraan
Pendengaraan dan dilanjutlan dengan Citraan Penglihatan.
Di larik 13 ada
penggunaan Citraan Pendengaran
membuat pembaca seakan benar-benar mendengar ucapan Nadiku tersekat berlarat-larat. Kemudian digunakan lagi Citraan Penglihatan membuat pembaca seakan
melihat bola mata anak penakik getah karet itu terlihat sedih bahkan sepertinya
ia sekarat di tepi hutan itu ia menanti kematian. Du sini juga ada penggunaan Citraan Pendegaran, di mana pembaca
seakan mendengar suara ratapan anak itu akan menghilang bersama usianya yang
sebentar lagi juga hampir selesai.
Berikutnya mari kita
cermati penggunaan Citraan di bait 5
di bawah ini
17. Kubayangkan arakan ababil datang dari
samudera sunyi
18. menghujani gajah-gajah besi dengan batu
api
19. langit terbakar, berkibar, menerbangkan
lelatu
20. tepi hutan ini pun berubah menjadi abu
Bait 5 ini kembali lagi diawali dengan menggunakan Citraan Pendengaran yang ditandai dengan ungkapan di larik 17,
sehingga membuat pembaca seakan benar-benar mendengar ucapan ”Kubayangkan arakan ababil datang dari
samudera sunyi.”
Di sini juga ada penggunakan Citraan
Penglihatan yang amat dahsyat, pembaca seakan melihat arakan burung ababil
beterbangan datang dari samudera sunyi. Lalu ababil itu menghujani gajah-gajah
besi dengan batu api, dan langit pun terbakar menerbangkan lelatu di mana-mana,
dan tepi hutan itupun dalam sekejap berubah menjadi abu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar