MENGENAL
PENYAIR TABERI LIPANI MELALUI PUISI “ADA MESJID
DI HATIKU”
I
Penyair Taberi Lipani
yang lebih akrab disapa dengan Pani ini lahir pada tanggal 6 September 1971 di Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Provinsi Kalimantan
Selatan. Dia mulai belajar merangkai kata sejak duduk di bangku SD berlanjut di
majalah dinding SMA 1 Barabai.
Suami Nurul Lailah dan
ayah dari M.Reza Pahlawan, Warisjadi Syukurmayu, Rindu Annisha Asrahati dan Nur
Pancar Ali Mulia ini, dalam kesibukan sehari-harinya bertugas sebagai Pelaksana Pendata Bencana di Pemkab Hulu
Sungai Tengah, ternyata ia juga rajin menulis puisi. Hal ini dapat dilihat
pada Karya-karyanya yang pernah dimuat di SKH Banjarmasin Post, Majalah Dwi
Mingguan Fakta, tabloid Mercu Benua Tanjung,
Tabloid Legalitas Bandung. Selain itu
karya-karyanya juga dimuat dalam Antologi Puisi bersama. Antara lain Antologi
Puisi Tarian Cahaya Di Bukit Sanggam (Balangan 2008), Seribu Sungai Paris Berantai (Kotabaru 2006), Antologi Puisi Sastrawan Hulu Sungai Tengah Bertahan Di Bukit Akhir (Barabai,
2008). Antologi puisi Satu
Kata Istemewa (Yogyakarta, 2012) bersama sastrawan nasional lainnya. Antologi Tadarus
Rembulan (ASKS X, Banjarbaru 2013).
Antologi Ketika Kembalinya Cinta, bersama Hamami Adaby dkk (Banjarbaru,
2013). Antologi bersama 99 Penyair Indonesia, Duka
Gaza Duka Kita (2014). Membuka Cakrawala Penyentuh Fithrah Manusia (ASKS XI,
Tapin 2014).
Taberi Lipani juga
pernah menjuarai Lomba Bakisah Bahasa Banjar Piala Museum Banjar Baru Kalimanan Selatan. Dan salah satu puisinya pernah masuk
dalam jajaran 10 besar pada Lomba Tulis
Puisi Bahasa Banjar yang dilaksanakan oleh Taman Budaya Provinsi Kalimantan
Selatan.
Kini Taberi Lipani, aktif sebagai pegiat sastra Sanggar Pena Barabai, dan sejak tahun 2000 aktif sebagai Ketua bagian Sastra Dewan Kesenian Murakata Kabupaten Hulu Sungai Tengah Provinsi Kalimantan Selatan. Berikut di sini kita akan lebih dekat dengan Taberi Lipani melalui puisinya yang berjudul ADA MESJID DI HATIKU.
II
Puisi ADA MESJID DI HATIKU karya Taberi Lipani
ini tampil dengan tipografi konvesional
3 bait. Bait 1 terdiri dari 5 larik. Bait 2 terdiri dari 3 larik. Dan bait 3
terdiri dari 4 larik. Jadi keseluruhan lariknya berjumlah 12 larik. Puisi ini
sepenuhnya berisi hal-hal yang bersifat spiritual religius. Puisi yang membuat
pembacanya ikut masuk ke dalam suasana perasaan yang digambarkan penyairnya.
Puisi yang mengajak pembacanya ikut merenungkan tentang keberimanan, kesadaran
dan ketakwaan. Untuk meresapi lebih dalam lagi makna dan keindahan puisi ini
marilah kita cermati bersama bait demi bait puisi ini.
Marilah kita awali
dengan mencermati bait 1 berikut di bawah ini.
Bait 1 dibangun dengan
ungkapan yang indah, puitis dan bernuansa religius. Hal ini dapat kita rasakan
betapa indahnya rangkaian kata-kata Ada mesjid di hatiku, tempatku
mencuci hati, menekur tafakur, meresapi perjalanan panjang ini, membuang
berhala dalam diri.
Bait ini
diawali dengan larik Ada mesjid di hatiku yang maksudnya sama sekali bukan arti yang sebenarnya. Karena
mesjid yang begitu indah dan besar yang mampu menampung ratusan bahkan ribuan
jamaah sangat mustahil dan tidak masuk akal berada di dalam sekeping hati yang
hati yang begitu halus dan kecil. Berarti ini hanyalah ungkapan. Karena mesjid
adalah tempat yang amat suci, yang dimuliakan dan diberkahi Allah SWT. Berarti
penyair ini mengungkapkan bahwa hati bagaikan sebuah mesjid. Dan hendaknya kita
selalu menjaga hati sebagai mana lantunan lagu jagalah hati.
Berikut di larik 2 ada
ungkapan tempatku mencuci hati yang
maksudnya adalah tempat membersihkan hati dari segala perasaan yang merusak
keimanan, perasaan sombong, benci, iri, hasud dan dengki dan perasaan yang
tidak baik lainnya. Di larik 3 ada ungkapan menekur
tafakur yang maksudnya mendekatkan diri pada Al-Chalik Penguasa dan
Pencipta alam semesta. Di larik 4 ada ungkapan meresapi perjalanan panjang
ini. Yang maksud dengan perjalanan panjang di sini adalah rangkaian kehidupan
manusia yang berawal dari alam roh, alam rahim, lahir ke dunia selanjutnya lalu
meninggal dunia memasuki alam barzah, hari pengadilan di yaumil mahsyar dan
berakhir hidup penuh kenikmatan di dalam surga ataukah hidup dalam kesengsaraan
penuh siksaan neraka di alam akhirat. Di larik 5 ada membuang berhala dalam diri yang maksudnya adalah membuang semua
segala sesuatu yang menghalangi keimanan kita.
Bait 1 ini
dibangun dengan rima akhir yang
tertata rapi. Hal ini ditandai dengan pengulangan bunyi vokal [u] pada kata hatiku di larik 1 yang bersajak tidak
sempurna dengan kata tafakur di larik
3. Di sini juga ada pengulangan bunyi vokal [i] pada kata hati di larik 2 yang bersajak dengan kata ini dilarik 4 dan kata diri
di larik 5. Di bait 1 ini juga ada rima
awal yang ditandai dengan pengulangan bunyi vokal [e/me] pada kata menekur di awal larik 3 yang bersajak
dengan kata meresapi di larik 4 dan
kata membuang di larik 5.
Bait ini
diperindah dengan irama yang terbentuk dari pengulangan bunyi vokal [e] pada
kata mesjid, tempatku
mencuci, menekur, meresapi, perjalanan, membuang dan pada kata berhala. Bait ini juga diperindah dengan irama yang terbentuk dari
pengulangan bunyi vokal [i] pada kata mesjid, di hatiku, mencuci hati, meresapi, ini dan pada kata diri.
Bait ini juga diperindah dengan pengulangan bunyi vokal [u] pada kata hatiku,
tempatku mencuci, menekur tafakur dan pada kata membuang.
Di sini juga ada irama yang khusus terbentuk dari pengulangan bunyi awalan [me]
pada kata mencuci, menekur, meresapi, dan pada kata membuang.
Bait 1 ini sepenuhnya
dibangun dan diperindah dengan majas
perifrase yang ditandai dengan penggunaan ungkapan yang panjang dalam
rangkaian klausa tempatku mencuci hati,
menekur tafakur, meresapi perjalanan panjang ini, membuang berhala dalam diri
yang menjelaskan tentang fungsi dan kedudukan hati dalam jiwa seorang insan
yang beriman dan bertakwa.
Selanjutnya mari kita cermati bait 2 berikut ini.
Bait 2 ini sepenuhnya
dibangun dengan diksi dan ungkapan bernuansa religi yang ditandai dengan kata mesjid, zikir dan syahadat. Bait ini kembali diawali dengan larik yang diiringi dengan larik dan larik . Di bait 2 ini kembali dijelaskan
bahwa adanya mesjid di dalam hati adalah bagaikan mesjid tempat untuk
menyenandungkan zikir dan untuk melantunkan syahadat diri.
Ungkapan maksudnya untuk berzikir mengingatNya Yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang. Subhanallah, walhamdulilah, wa laa ilaha illallah wallahu
akbar.Dan masih banyak zikir-zikir yang lainnya. Berikutnya ada larik . Kata syahadat
mengingatkan kita pada dua kalimah
syahadat rukun pertama dalam rukun yang lima. Kata Syahadat sendiri berasal dari bahasa
Arab yang maksudnya adalah bersaksi sebagai
pengakuan. Syahadat pertama adalah kesaksian pengakuan bertuhan Tuhan Yang Esa.
Dengan mengakui beriman kepadaNya berarti juga mengakui seluruh
Firman-firmanNya yang tertuang dalam kitabNya. Sebagaimana kita ketahui bersama
bahwa KitabNya itu berisi tiga bagian pekabaran pokok. Yang pertama
pemberitahuan tentang DiriNya sendiri yaitu Tuhan Yang Maha Esa Yang memiliki
dan berkuasa atas sekalian alam yang menjadi kajian ilmu tauhid. Yang ke dua adalah pemberitahuan tentang ibadat yang
menjadi kajian dari ilmu syariat.
Yang ke tiga adalah pemberitahuan tentang kisah-kisah dan contoh-contoh orang-orang
yang diberkahi dan dimuliakanNya, dan kisah-kisah orang yang dimurkainya
termasuk juga orang-orang yang tersesat. Sedangkan yang dimaksud dengan syahadat diri ini barangkali pengakuan
diri sebagai hambaNya yang telah diikrarkan dalam iftitah ketika menghadapNya.
Sesungguhnya sholat, ibadah, didup dan mati sepenuhnya untuk mengabdi
kepadaNya.
Bait 1 ini dibangun
dengan rima awal yang unik yang
ditandai dengan pengulangan bunyi vokal [e/me] pada kata mesjid di larik 6 yang bersajak dengan kata menyenandungkan di larik 7 dan kata melantunkan di larik 8. Di
sini juga ada rima akhir tak sempurna
yang ditandai dengan pengulangan bunyi vokal [i] pada kata hatiku di larik 6 yang bersajak tidak sempurna dengan kata zikir di larik 7 dan kata diri di larik 8.
Bait 2 ini dibangun
dengan imaji auditif kita seakan
mendengar gema suara-suara zikir mengucapkan kalimat-kalimat kebesaran Allah
SWT di dalam hati. Kita juga seakan mendengar lantunan shalawat dan puji-pujian
buat junjungan nabi Muhammad SAW. Bahkan
kita seakan-akan benar-benar merasa bahwa suara-suara itu bergema di dalam hati
kia sendiri.
Bait 2 ini juga
sepenuhnya dibangun dan diperindah dengan majas
perifrase yang ditandai dengan penggunaan ungkapan yang panjang dalam rangkaian
klausa dan
Selanjutnya mari kita
telisik dengan seksama bait 3 berikut ini.
Bait 3 ini sepenuhnya
dibangun dengan diksi dan ungkapan bernuansa kerinduan pada Al Khalik yang
ditandai dengan ungkapan
yang maksudnya adalah begitu merindukan tibanya pertemuan tsb di
atas.
Bait 3 ini dibangun
dengan rima yang unik yang ditandai
dengan pengulangan bunyi vokal [u/ku] pada kata hatiku di ujung larik 9
yang bersajak dengan kata saatku di awal larik 10 dan kata tempatku
di awal larik 11. Di sini juga ada rima akhir
yang ditandai dengan pengulangan bunyi vokal [i] pada kata hari di akhir larik 10 yang bersajak
dengan kata mencari di akhur larik
11. Sedangkan di larik 12 ada pengulangan bunyi konsonan [m] pada kata memendam yang bersajak dengan kata dalam-dalam di akhir larik.
Bait 3 ini dibangun
dengan imaji auditif kita seakan
mendengar gema suara-suara percakapan batin penyair mengucapkan kalimat-kalimat
pejnyadaran di dalam hatinya. Bahkan kita seakan-akan benar-benar merasa bahwa
suara-suara itu adalah suara hati kita sendiri.
Bait 3 ini juga
sepenuhnya dibangun dan diperindah dengan majas
perifrase yang ditandai dengan penggunaan ungkapan yang panjang dalam
rangkaian klausa dan
III
hadits shohih dari Nabi saw yang
diriwayatkan oleh Syaikhoni, Imam Bukhori dan Imam Muslim, yang menyebutkan
bahwa ada 7 golongan manusia yang
nantinya di yaumil mahsyar akan mendapatkan perlindungan Allah SWT di mana
saat itu tak ada lagi perlindungan selain perlindanganNya. Salah satunya ialah orang
yang hatinya terpaut pada masjid. Maksudnya adalah yang mempunyai hati yang selalu terikat kepada masjid. Kedekatan
hatinnya sudah menyatu dengan mesjid yaitu yang bukan saja hatinya bahkan
badannya pun selalu terikat pada masjid sehingga hari-harinya hanya dihabiskan
dalam masjid. Yang sangat menyintai mesjid dan selalu sholat berjamaah di dalamnya.
Membaca dan menghayati
larik-larik puisi lewat esai ini ternyata puisi Taberi Lipani ini masuk dalam
koridor puisi epigram yang berisi
tuntunan hidup dalam mendekatkan diri kepadaNya dengan cara memperpautkan diri
dengan mesjid. Di sisi lain puisi ini juga masuk dalam puisi metafisikal yang
bersifat filosofis dan mengajak pembaca merenungi tentang kehidupan
keberagamaan dan keberimanan. Dengan kata lain puisi ini juga dapat dikatakan puisi sufistik yang mengajak kita
tenggelam dalam kerinduan hakiki kepadaNya Al Chalik dengan cara meperpautkan
diri dengan mesjid tsb. Yang ditandai dengan ungkapan yang secara tegas
menjelaskan bahwa ada keterkaitan yang erat antara aku lirik dengan mesjid. Hal ini ditandai dengan ungkapan ada mesjid
di hatiku , tempatku mencuci hati,
menekur tafakur, meresapi perjalanan panjang ini, membuang berhala dalam diri.
Inilah kiranya amanat
dan pesan moral yang ingin disampaikan taberi Lipani Penyair Kota Apan Barabai
lewat puisinya yang berjudul Ada Mesjid di
Hatiku ini.
Selamat Menikmati.
Selamat Menikmati.
Banjamasin, 1 Maret 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar