BELAJAR
DARI WS RENDRA
Suatu ketika WS Rendra muda
ditanya oleh orangtuanya, ”Kamu mau jadi apa?” Dia bingung karena ia memang tak
mempunyai jawaban lain selain dari ingin menjadi seorang penyair dan dramawan.
Ia tidak ingin mengecewakan orangtuanya, dia tak mau menjawab jawaban itu.
Karena tak ada jawaban, lalu orangtuanya menyuruh Rendra muda bertapa untuk
mendapatkan wangsit demi masa depannya. Untuk tidak mengecewakan orang tuanya,
ia turuti suruhan itu. Ia bingung, ”Mau bertapa di mana?” tanyanya di dalam
hati. Untuk itu akhirnya ia sengaja memilih sebuah goa di Pantai Selatan. Maka
bertapalah ia berminggu-minggu di sana. Tetapi setelah berminggu-minggu bertapa,
dia tidak mendapatkan wangsit apa–apa.
Maka keluarlah si Burung Merak muda dari pertapaannya dengan perasaan
hampa karena dia memang tidak mendapatkan wangsit yang diinginkan. Ia masih
belum tahu mau jadi apa. Kembalilah ia ke rumah tanpa membawa hasil apa-apa
dari pertapaannya.
Dalam perjalanan pulang, orang yang pertama dilihatnya adalah seorang
pembuat arang biasa yang sudah tua. Secara iseng iapun bertanya,
”Kalau seandainya satu permintaan bapak dikabulkan oleh Yang di Atas, bapak
ingin minta jadi apa?”
”Saya ingin menjadi pembuat arang saja,”
jawab orag tua itu secara tak terduga singkat sederhana dan bersahaja.
”Lho? Cuma itu Pak?”
”Ya, cuma itu saja.”
”Kenapa tidak minta yang lain Pak?”
”Nggak, saya minta itu saja”
”Kenapa tidak minta kaya? Banyak harta? Banyak sawah? Rumah gedongan?
Atau ingin punya apalah?”
”Nggak. Saya hanya ingin jadi pembuat arang saja.”
”Kenapa Pak?”
”Ya, memang hanya itu yang bisa saya lakukan.”
”Kenapa hanya ingin jadi pembuat arang saja? Nggak minta yang lain Pak?”
”Ya ada juga permintaan yang lain, tetapi masih tentang arang itu.”
”Apa itu Pak?
”Saya minta agar arang yang saya buat itu khas dan disukai banyak orang.
Di manapun arang saya itu dijual, orang langsung tahu bahwa itu arang buatan
saya. Dan saya ingin arang buatan saya itu laris manis dijual di mana-mana.”
Setelah mendengar keingan pembuat arang yang polos dan lugu itu, ketika
itu terbetiklah di dalam hatinya. ”Aku aku ingin seperti Pak tua itu. Aku ingin
menjadi penulis sajak, sajak-sajak yang khas. Menulis sajak-sajak yang disukai
banyak orang. Di manapun ada sajak-sajakku orang langsung tahu bahwa itu adalah
sajak tulisanku. Aku ingin sajak-sajakku laris manis dibaca di mana-mana.”
Ternyata keinginan Rendra itu tercapai dan ia sukses sebagai penyair.
Dengan itu pula ia termasuk salah seorang penyair legendaris yang turut
menyemarakan dunia perpuisian Indonesia.
-o0o-
Analogi arah dan penjualnya menjadi inspiratif bagi semua, termasuk Rendra. Sebuah tulisan singkat yang luar biasa, Pak Hamberan.
BalasHapus