Kau Yang Kuidamkan
Cerpen
Hamberan Syahbana
Setiap kali kau kawin
lagi, setiap kali itu pula kumerasa cemburu pada yang kau nikahi itu. Padahal
aku juga bersuami. Aneh, kenapa aku merindukanmu yang sudah jadi suami orang?
Sejujurnya kuakui, hanya kau yang kuidamkan selama ini. Tapi kenyataannya kau
bukan jodohku. Memang ini adalah salahku sendiri, yang tidak pernah
mengutarakan isi hatiku. Padahal kesempatan selalu terbuka, lebih-lebih lagi
sekarang rumah kita berdampingan di komplek ini. Seperti sekarang ini, masa
idahku kan sudah berakhir? Seperti biasa, aku ingin kau cepat melamarku.
Bukankah kita sama-sama hidup sendiri, dan tentu membutuhkan pendamping, kan? Apakah kau
tidak merasa sudah banyak tanda-tanda yang kuarahkan padamu? Aku ingin kau
membalas sinyal-sinyal itu. Mengapa kau tidak membalasnya? Akukah yang harus
proaktif? Itu tidak mungkin. Aku kan seorang wanita? Seharusnya kau berusaha mencuri hatiku? Kau kan bisa
menyatakannya lewat SMS? Atau dengan sebait puisi? Atau apa saja yang
menyuarakan: “Maukah kau menikah denganku
Minarti?” atau “Maukah kau menjadi
istriku?”
Alangkah indahnya
kalimat itu. Lalu akupun jadi sumringah, lalu berpura-pura menolak sambil
menguji perjuanganmu mendapatkanku. Walau sejujurnya akulah yang sangat
mengharapkanmu. Tapi, apakah itu hanya mimpi yang tak pernah jadi kenyataan?
Ataukah memang cintaku hanya bertepuk sebelah tangan?
***
Dulu aku adalah anak
seorang buruh serabutan yang berpendapatan hanya cukup untuk makan sehari-hari.
Untuk menambah penghasilan, ibuku buka warung makan di lingkungan kampus. Di
situlah sehari-harinya aku membantu ibu melayani para mahasiswa pelanggan
ibuku. Di samping tarifnya pas buat mahasiswa, masakan ibuku juga lumayan enak.
Dan wajahkupun lumayan cantik. Semua itu adalah asset pemikat yang mampu
menggaet para pelanggan.
Lucunya, ada saja
mahasiswa nakal. Aku pun dilirik-lirik, digoda-goda dan dicolek-colek. Anehnya
aku diam saja. Aku tidak marah. Kenapa? Karena aku suka. Bahkan sekali-sekali
aku melempar senyum nakal ke arah mereka. Waw! Mereka pun jadi ketawa-ketiwi
cekikian kelepak-kelepak kegirangan. Suatu ketika masuk seorang mahasiswa, dan
dia sempat melirik ke arahku. Aneh, aku terkesima dan tiba-tiba saja
berdebar-debarlah dadaku. Padahal itu biasa jika dilakukan oleh para mahasiswa
yang lain. Tetapi yang kali ini beda. Aku merasa ada hal yang lain. Apakah ini
suatu pertanda aku jatuh cinta pada pandangan pertama? Tahukah kau siapa
mahasiswa itu? Itu adalah kau!
Sejak saat itu aku jadi
selalu perhatian padamu, ternyata banyak hal yang tak sempat kuperhatikan
selama ini. Dandananmu sederhana tetapi menawan. Senyummu wajahmu dan rambutmu,
semuanya menawan. Akibatnya aku jadi tertarik, dan buatmu selalu kusuguhkan
porsi jumbo dengan harga biasa. Bahkan aku berupaya mencari semua hal tentang
kamu. Aku merasa ada pesona yang menancap ke ujung jantungku. Yang aku tahu kau
adalah mahasiswa keren yang disukai banyak wanita. Sejujurnya aku ingin sekali
menjadi mahasiswi seperti mereka. Tapi sayangnya aku cuma anak keluarga tak
mampu, dan otakku juga tumpul. Coba kalau aku cerdas, pandai dan selalu juara
kelas, tentu aku bisa kuliah dengan biaya beasiswa.
Bagiku kau bukan hanya
mampu mencuri hatiku, tetapi juga mampu merampok hatiku. Sebenarnya aku juga
sama seperti mereka ingin mendapatkan hatimu. Tetapi bagaimana? Semua orang
juga tahu, aku ini hanyalah seorang gadis penjaga warung.
***
Suatu ketika aku
bercermin, ternyata aku lumayan cantik. Wajahku, senyumku, tubuhku, hanya beda
tipis dengan artis selebritis. Makanya banyak orang-orang berduit yang ingin
memperistriku. Bahkan kini aku sudah tiga kali bersuami. Setiap kali bersuami
aku melahirkan seorang anak. Kini anakku ada tiga dari suami yang berbeda. Yang
pertama kelas satu SMA, yang kedua kelas dua SMP dan yang ketiga di kelas empat
SD.
Perkawinan pertama, aku
dijadikan istri muda oleh seorang Pengembang KPR BTN. Meskipun usianya agak
jauh di atasku tetapi orangnya baik, sabar dan penyayang. Sayang umurnya tidak
panjang. Dia kecelakaan. Akibatnya aku jadi janda, istilahnya janda cerai mati.
Demikian juga suami kedua dan ketiga, aku juga dijadikan istri muda. Anehnya
lagi-lagi suamiku itu meninggal dalam kecelakaan. Mungkin ini sudah takdirku.
Sepeninggal
suami-suamiku itu, aku mendapat bagian fasilitas yang memadai. Dan dari salah
satu suamiku itu aku mendapatkan sebuah rumah yang ada di komplek ini, lengkap
dengan segala fasilitasnya plus sebuah mobil keluarga. Di rumah inilah aku
tinggal bersama ibu dan ketiga anakku. Untuk biaya hidup sehari-hari, ruang
tamu kujadikan minimarket plus sebuah warung makan. Yang ini sungguh sangat
menyenangkan hatiku. Kenapa? Karena setiap kali menduda kau selalu makan di
sini. Aku jadi ingat nostalgia waktu di kampus dulu. Waw! Cintaku jadi
berbunga-bunga kembali.
Kini aku sudah tiga
kali menjanda. Anehnya setiap kali aku menjanda, setiap kali itu pula aku
mengharapkanmu menikahiku. Tak perduli jadi istri yang ke berapa pun, aku mau.
Yang penting aku bisa jadi istrimu. Tapi kenyataannya setiap kali itu pula kau
tak pernah melamarku. Tahukah kau? Berkali-kali aku mencoba mencintai
suami-suamiku itu. Tapi aku tidak bisa. Aku selalu gagal. Sepintas aku memang
melayani suami-suamiku itu dengan mesra. Dan suami-suamiku itu pun mengira aku
betul-betul mencintainya. Padahal tidak. Setiap kali menyiapkan sarapan pagi
untuk suamiku, setiap kali itu pula di dalam hatiku ada kamu. Yang kulihat dan
kurasakan bahwa suamiku itu adalah kamu. Sarapan ini buat kamu, senyum ini buat
kamu. Bahkan di saat tidurpun, aku merasa dalam pelukanmu. Sedikitpun
suami-suamiku itu tak pernah menduga bahwa wanita yang ada dalam pelukannya
sedang memikirkan kamu.
Astagfirullahul Ya
Allah Ya Robbi, ampunilah hambaMu yang amat hina ini. Hamba yang telah
mengingkari jodoh-jodoh yang telah Kau berikan. Sebenarnya hamba benar-benar
sudah berusaha, tapi tak bisa. Untuk kali ini, perkenankanlah dia jadi suami
hamba, Ya Allah.
***
Pagi ini kau sarapan
pagi di warungku. Seperti biasa kesajikan porsi jumbo dan gratis. Aku suka,
ternyata kau tidak menolak. Apakah ini suatu pertanda bahwa doa-doaku
dikabulkan Allah? Waw, betapa senangnya aku melayanimu, ternyata kau masih suka
masakan ini.
“Kau menjanda lagi ya?”
tanyamu ketika kau baru saja selesai makan.
“Ya, ini kali yang
ketiga aku menjanda,” jawabku singkat.
“Oh ya, mengapa kita
bisa sama gitu ya? Aku juga sudah tiga kali menduda. Hm, apa tidak ada rencana
menikah lagi?”
“Maunya sih begitu,
tapi usiaku mendekati kepala empat. Mana ada yang mau?”
“Lho, jangan putus asa.
Kamu kan masih cantik? Penampilanmu juga jauh lebih muda dari usia
sebenarnya.”
“Oh gitu ya?”
Dadaku langsung
berdebar-debar mendengar pujian yang sudah lama kutunggu-tunggu itu. Mengapa
pujian itu baru kau ucapkan sekarang? Sejujurnya aku suka, sayangnya ucapan itu
tidak berlanjut, aku kecewa, bahkan amat sangat kecewa.
“Buktinya, nggak ada
yang mau kan? Barangkali mereka semua takut meninggal sama seperti suami-suamiku
itu.”
“Oh ya? Sama dong.
Sekarang, tak ada juga yang mau jadi istriku. Ternyata hidup berumah tangga
tidak cukup hanya dengan cinta, tetapi ada persyaratan yang utama yaitu harta.
Sebagai PNS rendahan tanpa jabatan, harta yang kumiliki juga rendahan. Makanya
aku selalu ditinggal pergi istriku ke lelaki lain yang lebih mapan. Aku?
Seperti yang kau lihat, aku kan tidak mapan? Siapa yang
mau?”
“Aku mau jadi istrimu,”
jawabku. Tetapi jawaban itu hanya ada di dalam hatiku.
Sebenarnya mulutku ini
ingin sekali menyuarakan itu, tetapi tak bisa. Sejujurnya, kali ini aku ingin
kau melamarku. Seandainya ada audisi atau ada persyaratan yang harus kupenuhi,
aku ikut dan siap memenuhi persyaratan itu. Setelah megucapkan terima kasih,
kau langsung beranjak menuju kendaraan dan menghidupkan mesinnya. Sebentar
kemudian kau berangkat dan hilang di tikungan jalan. Coba kalau kamu jadi suami
aku, kamu bisa berangkat kerja dengan mobilku.
“Kamu suka ya?” tanya
ibu tiba-tiba mengejutkanku.
“Ah Ibu,” sahutku malu
tersipu-sipu.
“Kamu masih suka dia kan?” tanya ibuku
berpura-pura tidak tahu.
“Ya iyalah,” jawabku di
dalam hati kegirangan. Aku mulai menghayal. Dia itu kan cinta pertama
aku? Meskipun hanya bertepuk sebelah tangan. Tapi itu kan dulu? Sekarang
kan statusku beda? Jadi tak perlu takut cinta tak berbalas.
“Nampaknya ia juga suka
kamu,” kata ibu tiba-tiba membuyarkan hayalanku.
“Tapi dia takut
melamarmu, karena takut kautolak. Dia kan tidak semapan
almarhum suami-suamimu itu? Atau kalian sama-sama jaga gengsi ya?”
“Ah ibu,” kataku manja
kaya anak ABG.
“ Atau … kalau begitu …
sebaiknya ibu saja nanti yang bicara sama dia.”
“Jangan Bu, jangan! Ah,
Ibu ini bikin malu saja,” sanggahku padahal aku suka.
Alhamdulillah, akhirnya
Kau bukakan juga jalan bagiku untuk mendapatkannya. Jadikanlah ia jodohku ya
Allah. Seketika itu tanpa menghiraukan ibuku, aku cepat-cepat masuk kamar
langsung sujud syukur. Aneh, apa-apa yang kulihat di kamar ini tiba-tiba
semuanya menjadi lebih indah, seindah hatiku yang sedang berbunga-bunga.
Banjarmasin,
Pebruari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar