menu

Selasa, 31 Mei 2016

RINDU DI BUMI AMUK HANTARUKUNG BAGIAN 06



RINDU DI BUMI AMUK HANTARUKUNG BAGIAN 06
06

        Sepulangnya dari rumah Abah seminggu yang lalu Bram jadi makin bingung dan semakin kacau balau. Bahkan ia merasa sebagai orang yang paling munafik karena telah bermuka dua. Di mulut berkata ya di hati berkata lain. Seyogyanya ia harus membuang prinsip yang kaku “Pantang Pemuda Makan Sisa”. Meski Ayu seorang janda tetapi ia bukan barang sisa. Hanya nasibnya saja yang malang, baru kawin dua bulan suaminya sudah meninggal. Untuk ini ia harus kembali menjadi Bram yang mencintai Ayu dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Meski ia seorang janda tapi masih cantik menawan. Itu tidak bisa dianggap barang sisa. Ia seorang manusia yang sama sekali bukan barang.

Senin, 30 Mei 2016

MENGENAL PENYAIR IBRAMSYAH AMANDIT MELALUI PUISI ‘BAGAI PERAHU’



MENGENAL PENYAIR IBRAMSYAH AMANDIT MELALUI PUISI
‘BAGAI PERAHU’
  
I
IBRAMSYAH AMANDIT

      Ibramsyah Amandit adalah nama pena dari H. Ibramsyah bin H. Lawier yang lahir pada tanggal 9 Agustus 1943 di Desa Tabihi Kanan, Kelurahan Karang Jawa, Kecamatan Padang Batung, Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan. Di kalangan sastrawan Kalsel ia lebih dikenal dengan sebutan si Janggut Naga. Ibramsyah Amandit mulai menulis sejak tahun 1970-an. Pada tahun 1971 ia aktif dalam diskusi dan pembacaan puisi Persada Club Yogyakarta di bawah bimbingan Umbu Landu Paranggi. Di Insani Club di bawah bimbingan Emha Ainun Najib dan di rumah pondokan bersama Abdul hadi WM.

Kau Yang Kuidamkan



Kau Yang Kuidamkan

Cerpen Hamberan Syahbana

       Setiap kali kau kawin lagi, setiap kali itu pula kumerasa cemburu pada yang kau nikahi itu. Padahal aku juga bersuami. Aneh, kenapa aku merindukanmu yang sudah jadi suami orang? Sejujurnya kuakui, hanya kau yang kuidamkan selama ini. Tapi kenyataannya kau bukan jodohku. Memang ini adalah salahku sendiri, yang tidak pernah mengutarakan isi hatiku. Padahal kesempatan selalu terbuka, lebih-lebih lagi sekarang rumah kita berdampingan di komplek ini. Seperti sekarang ini, masa idahku kan sudah berakhir? Seperti biasa, aku ingin kau cepat melamarku. Bukankah kita sama-sama hidup sendiri, dan tentu membutuhkan pendamping, kan? Apakah kau tidak merasa sudah banyak tanda-tanda yang kuarahkan padamu? Aku ingin kau membalas sinyal-sinyal itu. Mengapa kau tidak membalasnya? Akukah yang harus proaktif? Itu tidak mungkin. Aku kan seorang wanita? Seharusnya kau berusaha mencuri hatiku? Kau kan bisa menyatakannya lewat SMS? Atau dengan sebait puisi? Atau apa saja yang menyuarakan: “Maukah kau menikah denganku Minarti?” atau “Maukah kau menjadi istriku?” 

Minggu, 29 Mei 2016

PENGGUNAAN CITRAAN DALAM PUISI ’SAJAK SEBATANG POHON KARET’ KARYA SANDI FIRLY



PENGGUNAAN CITRAAN DALAM  PUISI ’SAJAK SEBATANG POHON KARET’ KARYA SANDI FIRLY

SANDI FIRLY

       Sandi Firly yang lahir pada tanggal 16 Oktober 1975 di Kuala Pembuang Kabupaten Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah. Alumni FISIP Universitas Islam Kalimantan ini sehari-harinya ia adalah seorang wartawan tepatnya Redaktur Pelaksana merangkap redaktur ruang Cakrawala Sastra dan Budaya di SKH Radar Banjarmasin, lalu hijrah ke Bandung dipercayakan sebagai Pimpinan Redaksi SKH Radar Bandung dan sekarang kembali lagi ke Kalimantan Selatan aktif sebagai Redaktur Pelaksana SKH Media Kalimantan.
 

Sabtu, 28 Mei 2016

RINDU DI BUMI AUK HANTARUKUNG BAGIAN 05



RINDU DI BUMI AUK HANTARUKUNG BAGIAN 05

05


       Bram baru saja selesai sholat Magrib, terdengar ada yang mengetuk pintu, ternyata itu petugas hotel mengantarkan nasi kotak jatah makan malam peserta Aruh Sastra dari Panitia. Sehabis makan malam tiga sekawan sastrawan Kalsel ini bersiap-siap mengikuti Acara Pembukaan Aruh Sastra. Penyair Janggut Naga sudah siap sedia sejak satu jam yang lalu. Di usianya yang sudah berkepala tujuh penyair ini masih aktif mengikuti beberapa pertemuan penyair, baik tingkat daerah maupun tingkat nasional. Termasuk juga pertemuam dengan sastrawan negeri jiran. Malam ini seperti biasa ia tak pernah lupa dengan tongkat saktinya yang selalu setia menemani.

ALLAH SWT DAN RASUL-NYA MELAKNAT PARA PENYAIR (?)



ALLAH SWT DAN RASUL-NYA MELAKNAT PARA PENYAIR (?)

       Sungguh tak ada yang lebih menyakitkan hati bagi para penyair selain daripada dilaknat oleh Allah SWT dan Rasul-nya. Kenapa? Karena jika itu memang benar adanya, maka semua penyair adalah manusia terkutuk dan tentu kelak akan mendapat siksa yang amat pedih. Karena syair termasuk bagian dari puisi, maka penulis puisi juga termasuk di dalamnya. Ironis sekali.

Kamis, 26 Mei 2016

Jannatun Naim



Jannatun Naim
Cerpen Hamberan Syahbana

       Tanah wakap itu sebentar lagi pahalanya akan terhenti. Karena Jannatun Na’im itu belum juga terwujud. Padahal semua biaya dan bahan bangunan sudah tersedia. Tapi pembangunan Jannatun Na’im itu terhambat. Yang sangat menyakitkan hati justru penghambatnya itu adalah kakakku sendiri, Kak Burhan. Sungguh sangat memalukan.

Selasa, 24 Mei 2016

RINDU DI BUMI AMUK HANTARUKUNG BAGIAN 4



RINDU DI BUMI AMUK HANTARUKUNG BAGIAN 4

04


       Bram cepat menutup HPnya, lalu menurunkan kendaraan. Setelah ia menutup pintu rumah meluncurlah kendaraannya melewati jalan berliku melintas di sela-sela rumah penduduk di bawah pohon kelapa, hambawang, rambutan, langsat, kapul dan pepohonan lainnya.  

Senin, 23 Mei 2016

MENGENAL TAJUDDIN NOOR GANIE MELALUI PUISI AKULAH BUIH LAUT



MENGENAL TAJUDDIN NOOR GANIE MELALUI PUISI 
AKULAH BUIH LAUT

I

     Tajuddin Noor Ganie lahir di Banjarmasin 1 Juli 1958. Putra dari pasangan Igan Masrie dan Hj. Salabiah ini adalah alumnus dan wisudawan terbaik PBSID STIKIP PGRI Banjarmasin tahun 2002, dan Alumnus dengan predikat sangat memuaskan Program Pascasarjana pada PBSID FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.

Minggu, 22 Mei 2016

MENGENAL NAILIYA NIKMAH MELALUI PUISI MUSIM CINTA BUKAN UNTUK KITA



MENGENAL NAILIYA NIKMAH MELALUI PUISI
MUSIM CINTA BUKAN UNTUK KITA

I

       Nailiya Nikmah JKF (Nai) Alumnus Pascasarjana FKIP Universitas Lambung Mangkurat ini, lahir di Banjarmasin pada tangga 19 Desember 1980. Tetapi Nai menjalani masa remajanya yang indah itu di Amuntai Kabupaten Hulu Sungai Utara Provinsi Kalimantan Selatan. Perempuan pencinta hujan ini mengaku menyukai dunia sastra, gemar membaca dan tulis menulis sejak di usia anak-anak. Hal ini terbukti bahwa di waktu kecil itu Nai pernah menjuarai lomba baca puisi. Sastrawati yang satu ini dalam kesehariannya adalah dosen Bahasa Indonesia di Politeknik Negeri Banjarmasin, Nai juga aktif di organisasi Komunitas Sastra Indonesia (KSI) Cabang Banjarmasin dan di Forum Lingkar Pena (FLP) Wilayah Kalimantan Selatan. Di samping menulis Nai juga sering menjadi pembicara pada seminar, pelatihan, workshop, diskusi, bedah buku seputar kesusastraan dan keterampilan berbahasa.

Sabtu, 21 Mei 2016

RINDU DI BUMI AMUK HANTARUKUNG BAGIAN 03



RINDU DI BUMI AMUK HANTARUKUNG BAGIAN 03

03

       Tiba-tiba ponsel Bram bergetar. Dia terkejut, ia gelisah, ia tegang. Apakah ini dari pengirim SMS lebay tadi? Ketika dibukanya ternyata benar. Waw! Panggilan ini memang benar dari si pengirim SMS lebay itu. Karena nomor ini sudah disimpannya dengan nama SMS Lebay. Jadi begitu dibuka maka yang tampil di layar ponsel adalah SMS Lebay. Ia cepat-cepat keluar, kurang elok rasanya kalau menerima telpon di dalam kelas.
       “Assalamu alaikum,” Ia membuka percakapan .
       “Wa alaikum salam Bapak keren,” sahutnya lembut.

RINDU ?



RINDU ?
Oleh Hamberan Syahbana

       Seandainya aku berterus terang sejak awal, tentu tidak seperti ini jadinya. Sekarang sudah terlanjur bagai benang kusut yang tak mudah diuraikan. Semua jadi serba salah. Mau menjelaskan? Tidak ada artinya, mereka pasti tidak percaya. Bahkan mereka telah menuduh memperkosa sesorang, dan orang itu mati bunuh diri karena malu.

RIMA DAN RITME MAMPU MENIMBULKAN RASA HARU DALAM SEBUAH PUISI



RIMA DAN RITME MAMPU MENIMBULKAN RASA HARU DALAM SEBUAH PUISI

       "Pak, bagaimanakah sebaiknya menulis puisi, agar puisi itu menarik menawan dan memukau?"

       Itulah salah satu pertanyaan yg pernah disampaikan oleh seorang pemula kepada saya. Waw, bagaimana cara menjawabnya? Saya sendiri belum yakin bahkan tidak yakin bahwa puisi saya itu menarik, jauh lagi menawan dan memukau. Namun untuk sekedar berbagi. Inilah jawaban saya.

MENiKMATI PUISI ZIKIR SENJA KARYA ARSYAD INDRADI



MENiKMATI PUISI ZIKIR SENJA
KARYA ARSYAD INDRADI

Zikir Senja

Tak terbaca lagi ayatayat
Yang Kau hamparkan sepanjang perjalanan
Menuju rumahMu
Tak mungkin kembali
Menangkap AlipLamMim dari pintu bumi
Kandang dombadomba yang lapar
Semakin jauh berjalan
Kucurigai langit
Menyembunyikan bintangbintangMu
BulanMu bahkan matahariMu
Kucurigai laut
Menyentuh kakiku
Buihbuih merajah pausMu yang kian punah
Jasadku untaunta
Rohku kafilahkafilah
Di gurungurun bukit Thursina
Kucurigai rumahMu lengang
Kucurigai mengapa Kau tunggu aku
Di Jabal Rahmah
Aku
Anak Adam
Yang tersesat di sajadahMu

Banjarbaru, 2000

     Berdasarkan paparan di atas kita ketahui bahwa puisi Zikir Senja karya Arsyad Indradi ini ditulis dengan menggunakan tipografi konvensional yang hanya terdiri satu bait dengan lariknya yang berjumlah 22 larik.

Jumat, 20 Mei 2016

MENGENAL PENYAIR TABERI LIPANI MELALUI PUISI “ADA MESJID DI HATIKU”



MENGENAL PENYAIR TABERI LIPANI MELALUI PUISI “ADA MESJID DI HATIKU”

I

       Penyair Taberi Lipani yang lebih akrab disapa dengan Pani ini lahir pada tanggal 6 September 1971 di Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan. Dia mulai belajar merangkai kata sejak duduk di bangku SD berlanjut di majalah dinding SMA 1 Barabai.

MENGENAL PENYAIR MICKY HIDAYAT MELALUI PUISINYA YANG BERJUDUL SAJAK UNTUKMU



MENGENAL PENYAIR MICKY HIDAYAT
MELALUI PUISINYA YANG BERJUDUL SAJAK UNTUKMU

I
MICKY HIDAYAT

       Micky Hidayat (MH) adalah nama pena dari penyair yang bernama asli May Hidayat, putra kedua dari tujuh bersaudara yang lahir di Banjarmasin subuh Senin 4 Mei 1959 dari kedua orangtua Haji Hijaz Yamani [Alm] dan Hajjah Farida Hanoum. Nama Micky Hidayat berasal ketika remaja tahun 70an ia sangat mengidolakan Mick Jagger vokalis band rock legendaris Inggris, Rolling Stone, dan Micky Michael Malkerbach vokalis band rock Bentoel asal kota Malang, Jawa Timur. Hal ini berawal saat sekolah di STM, teman-temannya menyapa dengan nama panggilan Micky. Ketika ia mulai berkecimpung di dalam dunia kepenyairan, ia menulis nama di tiap sajak-sajaknya dengan nama pena Micky Hidayat, nama itulah yang terus dipakainya hingga sekarang.

MENGENAL PENYAIR AHMADUN YOSI HERFANDA MELALUI PUISI ’SAJAK URAT LEHER’



MENGENAL PENYAIR AHMADUN YOSI HERFANDA MELALUI PUISI ’SAJAK URAT LEHER’

       Ahmadun Yosi Herfanda lahir pada tanggal 17 Januari 1958 di Kaliwungu, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Dia dikenal sebagai sastrawan Indonesia yang banyak menulis sajak sosial relegius, sajak sufistik, cerpen kritik sosial dan esei sastra. Dia juga sering diundang untuk membacakan sajak-sajaknya dan sebagai pembicara dalam berbagai event pertemuan sastrawan, diskusi sastra dan seminar sastra baik tingkat nasional maupun internasional.    

MENULIS PUISI



MENULIS PUISI

      Pada awalnya kita menulis sebuah puisi hanya dengan menulis, menulis, menulis dan terus menulis. Menulis untuk mengungkapkan perasaan kita, menuliskan suara hati, kata hati kita sendiri. Itu kita lakukan tanpa mempersulit diri dengan berbagai teori menulis puisi. Karena memang motif dasar orang menulis puisi adalah untuk mengungkapkan perasaannya melalui media puisi. Dalam hal ini kita menulis puisi untuk mengungkapkan sesuatu yang menarik perhatian kita, sesuatu yang menggugah hati kita, bahkan termasuk juga sesuatu yang mengganjal hati kita. Sesuatu itu adalah yang sangat menarik hati, khususnya apa yang dapat kita rasakan tentang apa yang kita lihat, apa yang kita dengar, apa yang kita raba, apa yang kita cium, pokoknya sesuatu yang membuat kita tertarik, sesuatu yang memicu kita ingin menulisnya menjadi sebuah puisi. Selanjutnya barulah kita memikirkan bagaimana caranya agar puisi kita itu terasa semakin puitis, bisa diterima dan dinikmati oleh pembaca.

RINDU DI BUMI AMUK HANTARUKUNG BAGIAN 02



RINDU DI BUMI AMUK HANTARUKUNG BAGIAN 02

02

       Kejadian pagi tadi membuat hati Agustina sangat tergoncang. Sampai sore bahkan sampai malam tiba, ia tetap saja tak bisa melupakan bayangan guru yang baru diangkat itu. Meski berkali-kali dia membuang bayangan guru baru itu, tetap saja tak mau hilang. Semakin kuat ia menghilangkannya, semakin kuat pula bayangan itu menggurat di hati. Semakin dilupakan semakin tampan dan memesona dan bahkan semakin gagah menawan.

       Ia menghela nafas panjang, pelempar senyum di warung katupat itu terbayang kembali. Ia seakan melihat wajah almarhum suaminya. Rambut, dahi, mata, hidung, pipi, mulut, dagu telinga bahkan sampai batang lehernya juga sama.  Sedikit pun  tak ada  bedanya.  Warna kulit, bentuk tubuh termasuk tangan dan kaki semuanya sama. Kini dia benar-benar menemukan kembali belahan jiwanya yang hilang selama ini. Kian hari pikirannya semakin tergoncang. Wajah guru baru itu selalu terbayang, bahkan terbawa-bawa di dalam mimpinya. Begitulah keadaan Agustina belakangan ini. Sikap dan tingkah lakunya berubah total. Ia selalu ingin menemui lelaki itu, Sayangnya warung itu hanya buka di waktu pagi saja. Akibatnya kini dia menjadi pemurung. Sikap dan tingkahnya lain dari biasanya, akhirnya terlihat juga oleh Julak Idar.

Rabu, 18 Mei 2016

BELAJAR DARI WS RENDRA



BELAJAR DARI WS RENDRA

       Suatu ketika WS  Rendra muda ditanya oleh orangtuanya, ”Kamu mau jadi apa?” Dia bingung karena ia memang tak mempunyai jawaban lain selain dari ingin menjadi seorang penyair dan dramawan. Ia tidak ingin mengecewakan orangtuanya, dia tak mau menjawab jawaban itu. Karena tak ada jawaban, lalu orangtuanya menyuruh Rendra muda bertapa untuk mendapatkan wangsit demi masa depannya. Untuk tidak mengecewakan orang tuanya, ia turuti suruhan itu. Ia bingung, ”Mau bertapa di mana?” tanyanya di dalam hati. Untuk itu akhirnya ia sengaja memilih sebuah goa di Pantai Selatan. Maka bertapalah ia berminggu-minggu di sana. Tetapi setelah berminggu-minggu bertapa, dia tidak mendapatkan wangsit apa–apa.

       Maka keluarlah si Burung Merak muda dari pertapaannya dengan perasaan hampa karena dia memang tidak mendapatkan wangsit yang diinginkan. Ia masih belum tahu mau jadi apa. Kembalilah ia ke rumah tanpa membawa hasil apa-apa dari pertapaannya.

RINDU DI BUMI AMUK HANTARUKUNG BAGIAN 1



RINDU DI BUMI AMUK HANTARUKUNG BAGIAN 1

01

       Hari masih pagi baru pukul enam empat puluh menit. Tetapi bagi Bram Baswenda yang mulai bekerja hari ini  terasa begitu lama menunggu apel Upacara Bendera. Dia sudah siap sejak pukul enam. Begitulah kebiasaan Bram Baswenda sebelum menginjakkan kaki di bumi Amuk Hantarukung1 ini. Sebagai anak kost, ia sudah biasa hidup hemat. Itulah yang diajarkan kepadanya selama di panti asuhan.
       Hidupnya selama ini memang bergantung pada hasil kerja serabutan mahasiswa, dari jual jasa pengetikan komputerisasi tugas perkuliahan sampai pengetikan skripsri, termasuk juga printing dan penjilidannya. Di samping itu ia juga ikut aktif mengajar sebagai guru honorer di beberapa sekolah swasta dan ikut dalam bimbingan belajar Ujian Nasional. Selain itu ia juga aktif jadi panitia ini dan itu, termasuk juga jadi tukang ojek.
      Setelah  lama  menunggu  baru  terlihat ada beberapa siswa yang datang lebih awal. Ternyata itu adalah siswa petugas kebersihan hari ini. Tak lama kemudian barulah siswa-siswa  mulai  berdatangan,  disusul  guru-guru  dan pegawai tata usaha termasuk juga Kepala Sekolah.

Selasa, 17 Mei 2016

MENGENAL PENYAIR ACEH MUHAMAD RAIN MELALUI PUISI ILMU BUMI



MENGENAL PENYAIR ACEH MUHAMAD RAIN MELALUI PUISI ILMU BUMI


       Muhammad Rain Penyair kelahiran Peureulak, Aceh Timur 14 September 1981 ini kini ia giat mempelopori pembacaan puisi berkeliling dari kota ke kota, dari satu tempat ke tempat yang lain di wilayah Provinsi Aceh.
       Alumnus Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unsyiah Aceh ini sehari-harinya ia adalah guru SMAN 4 Langsa, Aceh dan aktif sebagai Dosen beberapa Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di Provinsi Aceh. Ia juga menjadi Fasilitator Guru Bahasa Indonesia se-Aceh Timur tahun 2007 dan 2010. Dalam kesibukannya itu ia juga rajin menulis puisi, cerpen dan naskah drama. Di sini kita akan mengenal lebih dekat dengan Muhamad Rain melalui puis ILMU BUMI.

Senin, 16 Mei 2016

Ada Rindu Dilanda Badai



Ada Rindu Dilanda Badai
Hamberan Syahbana
       Biasanya orang mudik kan menjelang lebaran? Ini bukan lebaran, bahkan tahun baru pun sudah lama berlalu. Lagi pula berpuluh lebaran yang lalu aku juga tidak mudik. Sejujurnya ini bukan mudik, tapi lari dari Jakarta. Karena kini Jakarta bukan lagi kota yang menjanjikan, tetapi bagiku lebih mendekati sebagai kota mati.
       Keadaanku kini biasa-biasa saja, bukan orang kaya. Mereka bingung, bahkan ada yang mempertanyakan kehalalan uang yang kukirimkan selama ini. Uang halal atau hasil korupsi? Ah, jangan buruk sangka. Mereka juga tahu bahwa aku bukan pejabat negara, bukan anggota DPR. Semua uang yang ada adalah uangku sendiri. Apa yang bisa aku korupsi?  
        Tapi yang menyesakkan dada ini, kudengar mereka tidak suka aku pulang kampung. Katanya kalau pulang kampung, apa bedanya dengan mereka? Aku sama saja dengan mereka. Kalau sama memangnya kenapa? Apa tidak boleh? Mereka bilang, ya boleh-boleh saja, tapi lihat renovasi mesjid dan jembatan itu tidak selesai-selesai kan?

Manusia Sungai



                                                Manusia Sungai 

Cerpen Hamberan Syahbana      
       Setiap kali memandang sungai ini, aku teringat masa-masa indah yang telah kita lalui bersama. Masih segar dalam ingatanku, dua puluh lima tahun yang lalu, orangtuaku memberikan kelotok ini sebagai hadiah perkawinan kita. Beliau juga membekali sembako dan bahan keperluan sehari-hari. Orangtuamu melengkapi isinya dengan bahan-bahan lainnya.
       “Cempaka, ingat baik-baik pesanku, mulai sekarang kita tidak serumah lagi,” begitu kata ibumu. “Jadilah istri yang baik taat suami, rajin mengerjakan perintah agama. Segala sesuatunya harus kamu rundingkan dengan suamimu. Jika terjadi sesuatu, kamu cepat-cepat pulang. Kalau perlu sesuatu bisa titip pesan lewat kelotok yang mau pulang”

Cinta Penjaga Kubur


Cinta Penjaga Kubur
Cerpen Hamberan Syahbana
.
       Tiap kali memandang batu-batu nisan ini, setiap kali itu pula aku teringat orang-orang yang kusayang. Mereka semuanya ada di sini. Di baris pertama, berdampingan di tengah itu adalah makam kakek dan nenekku, Di samping kiri nenek makam ayah dan makam ibuku, di samping kanan kakek berjejer julak dan acil-acilku. Di baris kedua paling kanan ada tanah kosong, yang itu dipersiapkan  untuk aku, ya di sanalah nanti aku akan dikebumikan. Selanjutnya berjajar makam adikku, kakakku dan istrinya yang aku sayang. Selanjutnya sepupu-sepupu aku.
.
       Selebihnya aku tidak kenal lagi, kayaknya mereka itu orang lain, setidaknya keluarga jauh. Jadi alkah keluarga ini telah menjadi pemakaman umum. Artinya alkah ini telah menjadi wakap, kan? Pasti! Alhamdulillaah, berarti pahalanya juga akan mengalir terus sampai dunia kiamat.