Mengungkap Keunikan Gumam Asa Bungkam Mata Gergaji
Ali Syamsudin Arsi
oleh
Hamberan Syahbana
I
Bungkam Mata Gergaji
adalah sebuah buku kumpulan gumam Ali
Syamsudin Arsi, yang biasa disebut dengan panggilan Bung ASA, salah seorang sastrawan dari Kalimantan Selatan yang
dikenal luas sebagai penulis puisi. Sedangkan di jejaring social facebook dunia
maya Bung ASA ini biasa menggunakan akun Ali
Arsyi. Buku ini diterbitkan oleh Framepublishing
Yogyakarta. Sebuah buku berukuran 13,5 x 20 cm, tebal 148 + xiv halaman dengan
nomor ISBN 978-979-16848-4-7. Desain cover oleh Nur Wahida Idris dengan gambar
cover lukisan Pintu Larangan karya
Darvies Rasyidin. Cetakan pertama buku ini terbit pada bulan Februari 2011.
Buku ini menyajikan
kumpulan 7 Gumam Asa yang terdiri dari (1). Luka Merah, Merah Apel, (2). Ragam
Jejak Rentak-rentak, (3). Bungkam Mata Gergaji, (4) Di Langit Buku Tak Terbaca,
(5). Selanjutnya Kartini, (6). Gumam Kepada Gumam, dan (7). Lembar Demi Lembar.
Dilihat sepintas lalu
buku ini nampak biasa-biasa saja. Pertama kali membaca isinya seperti arikel
kolum yang berisi banyak sindiran halus dan kritik mengelitik terhadap berbagai
hal yang terjadi di negara kita. Tetapi ketika dibaca berulang kali dan lebih
dalam lagi ternyata ini bukan artikel kolum. Meski isi dan semangatnya sama
tetapi berbeda dalam bentuk dan tekhnik penulisannya. Perbedaan itu terletak
pada penggunaan pemaparan kata dan penyampaian masalah yang tidak langsung,
tetapi menggunakan ungkapan-ungkapan perumpamaan yang harus dimaknai secara
khusus. Tulisan yang seperti ini lebih mendekati pada karya sastra genre puisi.
Atau barangkali gumam Asa ini adalah memang benar-benar puisi dalam bentuk
tipografi yang berbeda dari puisi karya penyair lainnya. Hal inilah yang
membuat buku ini menjadi sangat unik dan sangat berbeda dengan karya sastra
dari penulis-penulis lainnya. Bukan saja berbeda dengan buku karya sastrawan
Kalimantan Selatan, tetapi juga sangat berbeda dengan buku karya sastrawan Indonesia
lainnya. Karena keunikan dan perbedaan inilah maka buku ini menjadi sangat
menarik untuk ditelisik lebih dalam lagi. Bukan hanya menarik dalam hal tekhnis
penulisannya saja, tetapi juga menarik dalam hal penyampaian isi, amanat dan
pesan moralnya.
Berdasarkan paparan tsb. di atas maka kita perlu
menelisik dan mencermati buku ini lebih dalam lagi. Utamanya tentang
permasalahan apakah buku ini termasuk dalam katagori karya sastra genre puisi? Dan
sejauh mana Kumpulan Gumam Asa ini dapat dihayati, diapresiasi dan dinikmati.
Dalam menelisik dan mencermati
Gumam Asa ini, kita bisa melakukan dengan cara yang paling sederhana. Yaitu dengan
cara menelisik unsur intrinsik yang ada di dalam karya sastra tsb. Apakah di
dalam gumam itu ada unsur intrinsik pembangun puisi? Adapun unsur instrinsik
yang dimaksud adalah: (1). bunyi, (2). diksi dan ungkapan, (3). rima, (4).
ritme, (5). imaji, (6). Majas, (7) Judul, (8). Tema, (9). Amanat dan pesan moral
yang terkandung di dalamnya.
Karya sastra itu dapat
dikatagorikan sebagai karya yang masuk dalam genre puisi jika di dalamnya
ditemukan sedikitnya ada 7 unsur intrinsik pembangun puisi tsb. Karena karya
sastra genre puisi ini memiliki unsur intrinsik yang khas dan sangat berbeda
dengan intrinsik cerpen dan novel. Unsur intrinsik pembangun sebuah cerpen dan
novel itu ada 7, yaitu (1). tema, (2).
amanat, (3.) tokoh, (4). alur atau plot, (5). latar atau setting, (6). sudut
pandang, dan (7). gaya bahasa.
***
Kata gumam menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah suara omongan yang tertahan di
dalam mulut. Karena suara itu tertahan dalam mulut maka kesannya suara itu antara terdengar dan
tidak. Bukan berarti dalam gumam itu tak ada kata-kata. Kata-kata itu tetap ada
hanya suaranya saja yang kurang jelas. Secara konotatif kata gumam di sini maksudnya adalah karya
sastra yang dideklarasikan oleh Ali Syamsudin Arsi dengan istilah Sastra Gumam. Menurut ASA sastra gumam
ini terinpirasi dari suara gumam prosesi keagamaan warga transmigrasi asal Bali. Suara gumam yang sepintas
lalu hanya bunyi gumam, ternyata dalam gumam yang tak terdengar jelas itu
bersisi kata-kata suci yang menyuarakan banyak hal. Dalam hal yang sama gumam
Asa ini juga mengungkapkan berbagai masalah yang padu dan menyatu. Ternyata
rangkaian kata dan ungkapan tsb. sarat dengan makna, amanat dan pesan moral
yang terkandung di dalamnya.
Berkaitan dengan judul
dan permasalahan tersebut diatas, esai ini sengaja ditulis untuk mendapatkan
informasi yang sebanyak-banyaknya tentang Gumam Asa ini. Mengingat terbatasnya kemampuan
dan halaman yang ditentukan maka di sini kita hanya mengulas sebagian dari salah
satunya saja, yaitu Gumam Asa 3 Bungkam
Mata Gergaji.
II
Gumam Asa 3 ini berjudul Bungkam Mata Gergaji. Sedangkan kata Gergaji sendiri mengingatkan kita pada
alat yang biasa digunakan untuk pemotong kayu. Dalam konteks Gumam ini secara denotative
kata Gergaji maksudya adalah alat yang
digunakan dalam penebangan hutan secara besar-besaran. Hal ini secara implisit
dapat dilihat pada kutipan paragraf pembuka berikut ini.
Hutan belantara rimba raya terlanjur hangus
bertunggul-tunggul, sudah sangat gundul, negeri kitakah yang tiba-tiba menjelma
hutan belantara rimba raya sebagai tebaran pesona dari berpuluh penampilan agar
tetap menjadi yang terbaik walaupun tengadah kulit yang keriput tak pernah
dihiraukan sampai tuntas, sesekali datang juga berkunjung tetapi hanya cuci
muka agar tetep bersih putih dan tak pernah mau peduli sampai mendatangkan
kebahagiaan ke akar-akar, selalu saja menggantung di cabang-cabang di
ranting-ranting.
Meski paragraf pembuka di atas tidak
menyebutkan secara khusus adanya gergaji mesin yang digunakan untuk menebang
kayu, tetapi secara implisit diketahui bahwa Hutan belantara rimba raya terlanjur hangus bertunggul-tunggul, sudah
sangat gundul ini sebelum dibakar hangus tentulah ditebang dengan gergaji
mesin. Dan sisa penebangan yang berserakan itu lalu dibakar dan
dihangus-musnahkan. Karena membakar sisa-sisa penebangan yang berserakan itu
jauh lebih mudah daripada membersihkan dengan cara apapun.
Paragraf pembuka ini
dibangun dengan diksi dan ungkapan yang begitu dahsyat dan puitis.
Hal ini ditandai dengan ungkapan Hutan
belantara rimba raya terlanjur hangus bertunggul-tunggul, sudah sangat gundul.
Secara khusus ungkapan ini dibangun dengan majas
tautotes, ada juga yang menyebutnya majas
tautology yang ditandai dengan frasa hutan
belantara yang bersinonim dan sama artinya dengan frasa rimba raya, demikian pula dengan ungkapan
terlanjur hangus bertunggul-tunggul yang
yang dipertegas lagi dengan unkapan yang sama maksudnya yaitu sudah sangat gundul. Ungkapan-ungkapan
ini menjadi indah dibaca dan didengar karena adanya rima asonansi yang ditandai dengan pengulangan bunyi vokal [u] pada
kata dan pada terlanjur, hangus,
bertunggul-tunggul, sudah, gundul
dan pada kata gundul. Di sini juga
ada rima aliterasi yang ditandai
dengan pengulangan bunyi konsonan [r] pada kata belantara yang bersajak
dengan kata rimba raya. Dan di sini juga ada rima aliterasi yang ditandai dengan
pengulangan bunyi konsonan [s] pada kata sudah yang bersajak dengan kata sangat. Dan masih banyak lagi rima-rima yang lain.
Di sini juga ada
untaian kata negeri kitakah yang
tiba-tiba menjelma hutan belantara rimba raya sebagai tebaran pesona dari
berpuluh penampilan agar tetap menjadi yang terbaik yang dibangun dengan majas retoris yang ditandai dengan
pertanyaan negeri kitakah yang tiba-tiba
menjelma hutan belantara rimba raya. Di sini juga ada majas metafora yang ditandai dengan ungkapan hutan belantara rimba raya
sebagai tebaran pesona dari berpuluh penampilan. Di sini juga ada majas hiperbola yang ditandai dengan
ungkapan terlanjur hangus
bertunggul-tunggul, sudah sangat gundul, tiba-tiba menjelma hutan belantara rimba raya, dan dalam ungkapan walaupun tengadah kulit yang keriput tak
pernah dihiraukan sampai tuntas tak
pernah mau peduli sampai mendatangkan kebahagiaan ke akar-akar, selalu saja
menggantung di cabang-cabang di ranting-ranting. Di sini juga ada majas eupimisme yang ditandai dengan
ungkapan cuci muka. Dan sekaligus
dalam untaian kata sesekali datang juga
berkunjung tetapi hanya cuci muka agar tetep bersih putih di sini ada majas litotes yang ditandai dengan
ungkapan hanya cuci muka.
Paragraf pembuka ini
juga dibangun dan diperindah dengan ritme atau irama yang terbentuk dari
pengulangan bunyi vokal dan pengulangan
bunyi konsonan. Hal ini jelas dapat kita rasakan pada untaian kata Hutan belantara rimba raya terlanjur hangus
bertunggul-tunggul, sudah sangat gundul. Di sini terasa keindahan bunyi
karena adanya pengulangan bunyi vokal [a] yang dominan terasa pada Hutan belantara rimba raya. Di sii juga
ada ritme yang terbentuk dari pengulangan bunyi [ul] pada kata bertunggul-tunggul dan pada kata gundul.
Berikut ada juga pengulangan bungi vokal [e] pada rangkaian kata negeri kitakah yang tiba-tiba menjelma hutan belantara rimba raya sebagai
tebaran pesona dari berpuluh penampilan agar tetap menjadi yang terbaik walaupun tengadah kulit yang keriput
tak pernah dihiraukan sampai tuntas,
sesekali datang juga berkunjung tetapi hanya cuci muka agar
tetep bersih putih dan tak pernah mau peduli sampai mendatangkan
kebahagiaan ke akar-akar, selalu
saja menggantung di cabang-cabang di
ranting-ranting.
Selain itu paragraf
pembuka ini sepenuhnya dibangun dengan imaji
visual. Membaca paragraf pembuka ini kita seakan benar-benar melihat Hutan
belantara rimba raya yang terlanjur hangus bertunggul-tunggul dan sudah sangat
gundul akibat dari penebangan dan pembakaran hutan yang tidak bertanggung jawab.
Selain itu pembaca juga
seakan melihat bahwa hutan belantara rimba raya yang sudah gundul itu tiba-tiba
terbayang hutan belantara rimba raya yang kaya dengan keanekaragaman flora dan
fauna daya pesona alam di samping berpuluh pesona alam lainnya. Kondisi itu
tentu harus tetap menjadi yang terbaik. Ternyata tu hanyalah harapan yang
sampai keriput tak pernah dihiraukan sampai tuntas. Terbukti dengan usaha
penghijauan kembali yang tak seimbang dengan dampak kerusakan hutan akibat
penebangan dan pembakaran hutan besar-besaran tsb.
Di sini juga ada imaji auditif kita seakan mendengar
janji-janji yang tak pernah ada bukti. Hal ini ditandai dengan ungkapan Memang sesekali datang juga berkunjung
tetapi hanya cuci muka agar tetap terlihat bersih putih santun dan memesona,
dari ungkapan ini kita seakan benar-benar mendengar janji-janji dari pengusaha
asing dan pengusaha domestic yang ikut merusak hutan hanya sekedar basa-basi
yang tak pernah ada bukti. Demikian pula dengan para pejabat terkait yang hanya
ikut mengambil keuntungan tanpa mengusut tuntas para pelaku perusakan tsb. selalu saja menggantung di cabang-cabang di
ranting-ranting yang maksudnya hanya sebatas wacana yang tak pernah ada
realisasi.
Dari paragraf pembuka
ini diperoleh bahwa penebangan hutan secara besar-besaran menyebabkan
terjadinya kekeringn. Fungsi hutan yang biasanya sebagai penahan resapan air
menjadi kurang berfungsi atau bahan tidak berfungsi lagi, dan berakibat terjadi
kekeringan. Air hujan akan langsung mengalir ke laut dan cadangan air tanah
menjadi tidak ada. Lalu terjadilah banjir. Dan kebakaran hutan yang parah dan
diiringi hujan yang lebat akan mengakibatkan erosi, menipisnya lapisan
permukaan tanah bagian atas. Kondisi tanah yang seperti ini akan menyebabkan
menurunnnya kemampuan lahan. Sedangkan kebakaran hutan dapat menyebabkan
peningkatan erosi secara menonjol jika diikuti dengan hujan lebat. Erosi ini
sangat berpengaruh pada kesuburan fisik tanah, maka terjadilah penghanyutan
partikel-partikel tanah, perubahan struktur tanah, penurunan kapasitas
infiltrasi dan penampungan, serta perubahan profil tanah. Akibat-akibat
lain dari penebangan hutan ini adalah hutan menjadi gundul, terjadinya longsor,
kebakaran dan lain sebagainya.
Di samping itu penebangan
dan pembakaran hutan besar-besaran mengundang sentimen dunia internasional yang
menyatakan bahwa hutan tropis adalah paru-paru dunia. Jika terjadi kerusakan
dan pembakaran hutan, itu akan berdampak terjadinya pemananasan global yang
berakibat pada perusakan lapisan ozon.
Sebelum kita melangkah
lebih jauh ada baiknya kita mengambil cuplikan yang dapat kita gunakan sebagai
dasar pemahaman dari Bungkam Mata Gergaji
ini. Untuk itu marilah kita cermati kutipan berikut di bawah ini.
“Tetapi, seluruh mata
gergaji tetaplah melukai,” bungkam mata gergaji telah melibas setiap
bayang-bayang dari berjuta harapan, harapan yang dihamparkan oleh banyak
telapak tangan terbuka dan sangat terbuka, tetapi bungkam mata gergaji adalah
rahasia dari kekuasaan genggam di kepal-kepal tangan bergetar, urat syaraf pun
terhentak tiba-tiba, genggam yang sejalan dengan kebiri di lingkup nafsi-nafsi.
Mata gergaji bergerak di antara kerumunan orang-orang jalanan di antara
runtuhnya gubuk-gubuk. ”Ayo, kita harus berkorban untuk kedamaian bangsa ini
dan kita menjadi bagian dari keindahan yang memang sepantasnya dilaksanakan.
Ayo,menyingkirlah kalian sebelum kami singkirkan,” mata gergaji bergerak dengan
kaki-kaki, mata gergaji bergerak dengan tulang-tulang, mata gergaji bergerak
dengan mata terpejam, mata gergaji terus melibas mata pencaharian. Bahkan tak
akan dibiarkan bertumbuhan tunas-tunas bermekaran.
Kutipan di atas di
awali dengan kalimat dalam tanda petik “Tetapi,
seluruh mata gergaji tetaplah melukai” Kalimat ini mengingatkan kita pada mata gergaji. Secara denotatif frasa mata gergaji ini adalah memang
benar-benar mata gergaji yang
digunakan untuk memotong dan membelah kayu menjadi dua bagian. Tetapi dalam
konteks Gumam Asa ini secara konotatif gergaji
maknanya adalah suatu sistem untuk mematahkan menjadi dua kelompok yang
berseberangan, saling tuding-menuding, saling tercerai berai. Dengan kata lain
adalah sistem atau cara untuk menang dengan menggunakan segala cara termasuk
cara-cara licik dan busuk. Dan pemenangan itu dilakukan secara bersama dalam
sebuah konspirasi besar, layaknya barisan mata gergaji yang memotong dan
memporak-porandakan sesuatu yang harus dilumpuhkan. Hal ini ditandai dengan
ungkapan bungkam mata gergaji telah melibas setiap bayang-bayang dari berjuta
harapan, harapan yang dihamparkan
oleh banyak telapak tangan terbuka dan sangat terbuka, tetapi bungkam mata gergaji adalah rahasia dari
kekuasaan genggam di kepal-kepal tangan bergetar, urat syaraf pun terhentak
tiba-tiba, genggam yang sejalan dengan kebiri di lingkup nafsi-nafsi. Mata gergaji bergerak di antara kerumunan
orang-orang jalanan di antara runtuhnya gubuk-gubuk.
Kutipan di atas
menyajikan informasi bahwa telah terjadi kesewenang-wenangan yang jelas terbaca
pada ungkapan bungkam mata gergaji telah
melibas setiap bayang-bayang dari berjuta harapan, harapan yang dihamparkan
oleh banyak telapak tangan terbuka dan sangat terbuka, tetapi bungkam mata
gergaji adalah rahasia dari kekuasaan genggam di kepal-kepal tangan bergetar
Ungkapan dalam kutipan
di atas dibangun dengan majas hiperbola
yang ditandai dengan ungkapan telah
melibas setiap bayang-bayang dari berjuta harapan. Kutipan di atas juga dibangun
dengan imaji visual, di mana kita
seakan-akan melihat telah terjadi penggusuran di mana-mana. Hal ini jelas
terungkap dalam ungkapan Mata gergaji
bergerak di antara kerumunan orang-orang jalanan di antara runtuhnya
gubuk-gubuk. Di sini juga ada majas metafora jelas terbaca dalam ungkapan bungkam mata gergaji adalah rahasia dari kekuasaan genggam di kepal-kepal tangan
bergetar.
Selanjutnya kutipan paragraf
di atas ada ungkapan yang ditulis dalam tanda kutip, ”Ayo, kita harus berkorban untuk kedamaian bangsa ini dan kita menjadi
bagian dari keindahan yang memang sepantasnya dilaksanakan. Ayo, menyingkirlah
kalian sebelum kami singkirkan,
Dari kutipan ini
diketahui bahwa ungkapan agar warga harus rela berkorban untuk kepetingan yang
lebih besar yang ditandai dengan ungkapan harus
berkorban untuk kedamaian bangsa ini. Di sini juga ada ancaman
kesewenang-wenangan agar warga yang berada di jalur gusuran agar menyingkir
sendiri sebelum di singkirkan secara paksa. Rangkaian kata yang ada di dalam
tanda kutip [..] ini sepenuhnya dibangun imaji
auditif. Di mana pembaca dibuat seakan-akan mendengar ucapan dalam bentuk
himbauan sekaligus amcaman ini. Di sini juga ada majas ekslamasio yang ditandai dengan kata seru ayo pada klausa Ayo, kita harus berkorban untuk kedamaian
bangsa ini dan pada klausa Ayo,
menyingkirlah kalian sebelum kami singkirkan.
Selanjutnya pada
kutipan di atas ada ungkapan mata gergaji
bergerak dengan kaki-kaki, mata gergaji bergerak dengan tulang-tulang, mata
gergaji bergerak dengan mata terpejam, mata gergaji terus melibas mata
pencaharian. Bahkan tak akan dibiarkan bertumbuhan tunas-tunas bermekaran. Di
sini ada majas anaphora yang ditandai
dengan pengulangan frasa mata gergaji di
setiap awal klausa-klausa yang berurutan.
Selanjutnya kita simak
sebuah kutipan dari paragraf yang lain dari Bungkam
Mata Gergaji di halaman 17 berikut di bawah ini
Rute
perjalanan mata gergaji boleh jadi ada di halaman parkir kantor polisi, atau
bahkan dalam bilik jeruji besinya. Rute perjalanan mata gergaji boleh jadi ada
di kamar-kamar yang disebut sebagai kejaksaan, bahkan sampai di sudut-sudut
lacinya. Rute perjalanan mata gergaji, konon menurut berita miring yang beredar
ada pula di atas gedung khusus pemberantasan korupsi, bersama dengan akar-akar
gantung di lilitan pohon hiasnya. Rute perjalanan mata gergaji kadang kala
singgah pula di istana pimpinan negara beserta patung-patung di luasnya halaman
taman sarinya. Rute perjalanan mata gergaji bercokol do emper-emper kumuh yang
namanya mahkamah agung, serta tali-tali layangan yang tersangkut di pojok
jendelanya. Rute perjalanan mata gergaji sesekali duduk lesehan di bulu-bulu
mata para hakim dan di saku baju pegacaranya. Rute perjalanan mata gergaji
tidak kalah sengit ketika tersangkut berjuntai di ujung paku-paku tiang gedung
perwakilan rakyat, akh itukan katanya saja. Rute perjalanan mata gergaji
berpindah-pindah, berloncatan, kadang tak beraturan, tetapi selalu berlindung
di balik keteraturannya. Rute perjalanan mata gergaji, akh rute demi rute
berjalan menggelinding melompat silang sana silang sini
nongkrong di sana sabet sebelah sini, sikat di akar gantung tarik di jebakan lainnya,
jerat-jerat bungkam mata gergaji.
Paragraf di atas
dibangun dengan diksi dan ungkapan bermuatan sindiran tajam menyengat dan
kritik menggelitik yang terjadi di semua lini. Hal ini jelas tergambar pada
rute perjalanan mata gergaji. Bukankah seluruh mata gergaji itu tetap melukai? Sehingga
ke mana mata gergaji itu berjalan, di sana pasti
meninggalkan luka. Ke mana mata gergaji itu berjalan, di sana pasti ada
hal-hal yang tidak terpuji. Lihatkah betapa lugas Guman ini menggambarkan bahwa
perbuatan tidak terpuji itu ada di
halaman parkir kantor polisi, di dalam bilik jeruji besinya, di kejaksaan, di atas
gedung pemberantasan korupsi, di istana Negara, di mahkamah agung, di bulu-bulu
mata para hakim, di saku baju pegacaranya, di ujung gedung perwakilan rakyat,
akh itukan katanya saja.
Ternyata hal yang
menyengsarakan itu, hal yang tidak terpuji itu bisa berpindah-pindah, berloncatan, kadang tak beraturan, tetapi selalu berlindung
di balik keteraturannya, berjalan menggelinding melompat silang sana silang
sini nongkrong di sana sabet sebelah sini, sikat di akar gantung tarik di
jebakan lainnya, selalu saja ada jerat-jerat bungkam mata gergaji.
Selanjutnya kita simak
sebuah kutipan dari paragraf yang lain dari Bungkam
Mata Gergaji di halaman 18 berikut di bawah ini
Semakin ganas semakin terbuka semakin
lenyap semakin pupus semakin tertutup semakin melegakan semakin ditertawakan
semakin dilupakan semakin membingungkan semakin tidak jelas semakin jengkel
semakin dipesta-pestakan semakin gila semakin semakin waras semakin baik
semakin rusak; bungkam ke kiri ternyata dibungkam dari kanan, bungkam di atas
ternyata malah dibungkam pula dari bawah. Akh, rute perjalanan mata gergaji.
Dari kutipan di atas diperoleh
bahwa di sini ada majas anaphora yang
ditandai dengan pengulangan kata semakin di
setiap awal klausa-klausa yang berurutan
Hal ini jelas terbaca bahwa perjalanan mata gergaji itu Semakin ganas semakin terbuka semakin lenyap
semakin pupus semaki tertutup semakin melegakan semakin ditertawakan semakin
dilupakan semakin membingungkan semakin tidak jelas semakin jengkel semakin
dipesta-pestakan semakin gila semakin semakin waras semakin baik semakin rusak;
Dari kutipan paragraf
di atas diketahui bahwa perjalanan mata gergaji itu membuat semuanya menjadi
amburadul, menjadi semakin mencemaskan, semakin menakutkan dan nampaknya itu
semua tak dapat dihentikan. Karena bungkam
ke kiri ternyata dibungkam dari kanan, bungkam di atas ternyata malah dibungkam
pula dari bawah. Akh, rute perjalanan mata gergaji.
Paragraf tsb. di atas
dibangun sepenuhnya dengan ritme atau irama yang terbentuk dari pengulangan
kata rute perjalanan, mata gergaji dan kata semakin yang tampil secara beruntun di
sepanjang paragraf.
Selanjutnya kita simak
sebuah kutipan dari paragraf yang lain dari Bungkam
Mata Gergaji di halaman 22 berikut di bawah ini
Bila bungkam datang maka
terimalah ia dengan puisi bertubi-tubi karena biasanya bungkam bergerak begitu
cepat dan kadangkala ada pula secara lambat merambat-rambat. Bungkam merupakan
bagian dari kekuasaan, bungkam adalah kesepakatan, bungkam adalah mematikan,
bungkam adalah tikaman, bungkam adalah menyingkir dan enyahkan, bungkam adalah
berbalik tangan, bungkam adalah memalingkan, bungkam adalah melemahkan, tumpul
sampai ke pangkal-pangkal dermaga-dermaga hujanpun mampu dipindahkan karena
bungkam tak lepas mantra segala mantra, bumngkam tak lepas pula dengan serangan
di balik perdu semak belantara. Dalam tayangan bait-bait puisi. Meliuk menari
menikam melilit
Dari kutipan di atas
diperoleh bahwa paragraf ini dibangun dengan diksi dan ungkapan yang biasa
dipakai dalam puisi podium atau puisi para pengunjuk rasa dan para demonstran
di jalan-jalan yang sarat dengan sindiran tajam menyengat dan protes keras
terhadap situasi dan kondisi yang terjadi di dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Perbedaannya adalah pada gumam ini mengungkapkan sesuatu dengan
bahasa puisi yang dahsyat dan memukau.
Kedahsyatan ungkapan
itu sangat jelas terbaca jika dipaparkan dengan menggubah dan mengdaptasikannya
menjadi rangkain gubahan seperti berikut ini
Bila bungkam datang maka terimalah ia
dengan puisi bertubi-tubi
karena biasanya bungkam bergerak begitu cepat
dan kadangkala ada pula secara lambat merambat-rambat.
Bungkam merupakan bagian dari kekuasaan,
bungkam adalah kesepakatan,
bungkam adalah mematikan,
bungkam adalah tikaman,
bungkam adalah menyingkir dan enyahkan,
bungkam adalah berbalik tangan,
bungkam adalah memalingkan,
bungkam adalah melemahkan,
tumpul sampai ke
pangkal-pangkal dermaga-dermaga
hujanpun mampu dipindahkan
karena bungkam tak lepas mantra segala mantra,
bungkam tak lepas pula dengan serangan di balik perdu semak belantara.
Dalam tayangan bait-bait puisi.
Meliuk menari menikam melilit
Dari kutipan di atas
diperoleh dan tak bisa dimungkiri lagi bahwa paragraf ini adalah puisi. Dan
tentunya Bungkam Mata Gergaji ini
adalah puisi yang dibangun dengan diksi dan ungkapan bahasa podiom, bahasa
orasi, bahkan bisa juga dikatakan bahsa provokasi. Rangkaian diksi dan ungkapan
di sini diperkuat lagi dengan rima, ritme, imaji dan majas yang juga sangat memukau. Ungkapan-ungkapan ini ketika dibaca
sendiri terasa sangat menggugah, bahkan mampu membakar semangat yang kecut
menjadi semangat yang berapi-api. Ketika dibaca dan diperdengarkan di tengah
khalayak mampu menggugah dan membakar semangat pendengarnya.
III
Gumam Asa 3 ini
berjudul Bungkam Mata Gergaji. Judul
ini terdiri dari dua kata yaitu bungkam
dan mata gergaji. Kata bungkam secara denotatif menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia artinya adalah (1).
tertutup (tutup mulut); (2) tidak bersuara. Sedangkan kata bungkam
dalam Gumam Asa 3 ini penekanannya lebih pada istilah membungkam. Kata membungkam
sendiri secara denotatif menurut KBBI adalah (1), menutup mulut supaya
diam; (2) membuat tidak berbunyi, tidak bersuara,
tidak berbicara. Secara kononatif kata bungkam
sesuai konteks Gumam Asa ini
maksudnya adalah merupakan upaya paksa
menahan, mengurung, mengalahkan, menjatuhkan, mematahkan, menghentikan,
memenjarakan dan sebagainya.
Frasa mata gergaji secara konotatif sesuai
dengan konteks Gumam Asa makna konoitatifnya
adalah suatu sistem untuk mematahkan
menjadi dua berseberangan saling menuding saling tercerai berai sistem atau
cara, dan untuk menang banyak menggunakan segala cara termasuk cara-cara licik
dan busuk itu tidak akan dipedulikan karena bukan proses positif yang disasar
tetapi puncak kemenangan walau yang lain tersungkur bahkan tak berkutik dan
mata gergaji bukan hanya satu tetapi banyak mata tajam di sana, bukan hanya
satu orang yang sebenarnya berbuat tetapi konspirasi dari banyak unsur, dan biasanya
yang lemah akan sangat merasakan akibatnya sebab yang kuatlah yang punya
kendali, tetepi bila 'rakyat banyak bersatu membentuk 'mata gergajinya sendiri'
maka sulit yang lain untuk mengalahkan, sayangnya rakyat telah lebih dahulu
dipisah bercerai berkeping-keping, tidak mampu bersatu untuk membentuk kekuatan
melawan tirani itu, maka sama terbungkam dan sama tumpul mata gergaji.
Berdasarkan paparan di
atas ternyata Gumam Asa Bungkam Mata
Gergaji ini adalah: murni karya sastra puisi tetapi dalam bentuk yang
berbeda dari puisi-puisi lainnya. Perbedaan yang nampak mencolok adalah pada
tipografi. Gumam Asa 3 Bungkam Mata
Gergaji ini tidak menggunakan bait dan larik dalam tipografinya, tetapi
lebih mirip dengan prosa yang menggunakan paragraf dan kalimat. Bentuk puisi
seperti ini ada juga yang menyebutnya puisi prosais. Maksudnya puisi yang
menggunakan bentuk prosa. Tetapi Gumam Asa ini juga sangat berbeda dengan puisi
prosais karya penyair lainnya. Perbedaan yang mencolok adalah Gumam Asa ini
benar-benar mirip prosa, hanya mirip tapi tak sama. Lebih jelasnya adalah serupa tapi tidak sama. Hal ini menjadi
keunikan tersendiri bahwa Gumam Asa pada umumnya menyajikan paragraph panjang,
bahkan ada yang lebih dari seratus kalimat.
Layaknya sebuah puisi
maka Gumam Asa 3 Bungkam Mata Gergaji
ini juga dapat dihayati, diapresiasi dan dinikmati. Karena Bungkam Mata Gergaji
ini dibangun dengan diksi dan ungkapan yang dahsyat, menyentuh, memukau dan
meggugah. Semuanya itu karena pemilihan
kata yang tepat dan proporsional sehingga mampu membentuk dan menciptakan rima
asonansi, rima aliterasi dan ritme atau irama yang menimbulkan keindahan. Dan
pemilihan kata yang tepat ini juga mampu menciptakan imaji visual dan imaji
audutif yang mampu membuat pembaca seakan-akan melihat dan mendengar apa yang diungkapkan dalam Bungkam Mata Gergaji ini. Selain itu pemilihan
kata yang tepat ini juga bisa menciptakan majas yang turut memperkuat dan memberi
pendalaman kesan yang diungkapkan. Semuanya itulah yang membuat puisi ini menyentuh
dan menggugah baik untuk dibaca dan direnungkan sendiri, maupun diperdengarkan
di depan khalayak. Selain itu Bungkam
Mata Gergaji ini.
Berdasarkan isi dan
cara mengungkapkannya Gumam Asa 3 Bungkam
Mata Gergaji ini adalah puisi naratif
sekaligus juga adalah puisi deskriptif
impresionistik yang menerangjelaskan dan mengungkapkan kesan penyairnya
terhadap berbagai situasi dan kondisi yang terjadi di tanah air tercinta ini.
Dikatakan puisi naratip karena Bungkam Mata Gergaji ini telah mengungkapkan
dan menjelaskan tentang apa dan bagaimana Bungkam
Mata Gergaji itu termasuk juga sepak terjang perjalanan mata gergaji yang
membungkam itu. Dan dikatakan puisi deskriptif
impresionistik karena Bungkam Mata
Gergaji ini telah mendeskripsikan secara terang benderang kesan penyairnya terhadap carut marut
situasi dan kondisi di Negara kita dalam bentuk sindiran tajam menyengat
dan kritik yang menggelitik.
IV
Bungkam Mata Gergaji adalah Buku Kumpulan Gumam Asa karya Ali
Syamsudin Arsi yang biasa dikenal dengan Bung ASA salah seorang sastrawan
Kalimantan Selatan. Buku ini adalah salah satu buku yang turut serta memperkaya
khazanah kreativitas dunia sastra di Kalimantan Selatan khususnya dan di Indonesia
umumnya.
Gumam Asa adalah salah
satu kreativitas, inovasi dan gaya Ali Syamsudin Arsi dalam penulisan puisi yang yang tidak terikat dengan bait dan larik.
Dalam hal gaya penuilisan seperti ini Ali Syamsudin Arsi lebih suka menyebutnya Sastra Gumam. Atau lebih tepatnya ia
lebih suka menyebutnya Gumam Asa dari
pada puisi.
Gumam Asa adalah gaya penulisan
puisi yang unik dan dan berbeda, yang lebih menekankan pada pengungkapan isi
daripada bentuk tipografi. Gumam Asa adalah sindiran tajam menyengat dan kritik
menggelitik yang menggambarkan kenyataan dan ketidak puasan penyair terhadap carut
marut yagt terjadi di negatra kita.
Akhirnya sampailah kita
pada suatu kesimpulan bahwa Buku Kumpulan Gumam Asa Bungkam Mata Gergaji ini adalah karya sastra yang dari sudut
pandang manapun tetap menarik untuk dibaca, dihayati, diapresiasi, dinikmati,
dibicarakan, dicermati, ditelisik dan diteliti oleh siapapun. Semoga buku ini
bermanfaat bagi kita semua, bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, khsusnya bagi
dunia sastra, baik di Kalimantan selatan maupun di Indonesia.
Amin.-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar