AMANAT DAN PESAN MORAL DALAM
SEBUAH PUISI
Amanat dan pesan moral yang terkandung dalam sebuah puisi adalah pesan,
nasihat dan keinginan penyair yang ingin disampaikannya melalui karya puisi
yang ditulisnya. Dengan kata lain amanat inilah yang memotivasi penyair
menciptakan sebuah puisi. Amanat dan pesan moral, baik yang tersurat maupun
yang tersirat, mungkin secara sadar sudah ada di dalam pikiran penyair.
Karenanya semua diksi, citraan dan majas yang digunakan tentu sudah sejalan
dengan amanat dan pesan moral yang ingin disampaikan. Itu berarti dalam menulis
puisi penyair seyogyanya mempertimbangkan diksi dan ungkapan yang dapat
mengarahkan pembaca kepada amanat dan pesan moral yang ingin disampaikannya.
Minimal tidak menyimpang ke arah lain. Tetapi pada kenyataannya banyak penyair
yang tidak menyadari tentang hal itu. Kenapa? Karena banyak penyair yang
menciptakan sebuah puisi hanya dengan menulis tanpa memikirkan tema, amanat dan
pesan moral yang diinginkannya dengan menulis puisi itu. Menurutnya yang
terpenting adalah berkarya dengan menulis kata-kata yang terlintas di dalam
benaknya. Soal makna, tema, amanat dan pesan moral yang tersurat di dalam
puisinya, biarlah pembaca yang mencari sendiri dalam puisi yang ditulisnya itu.
Amanat dan pesan moral dalam sebuah puisi baik berupa amanat, pesan,
nasihat maupun keinginan penyair hanya dapat ditangkap pembaca setelah membaca
puisi tsb. Amanat dan pesan moral itu baru diketahui setelah mengetahui tema,
perasaan, nada dan suasana dalam sebuah puisi. Cara pembaca menyimak dan
menyimpulkan pesan moral yang terkandung dalam sebuah puisi tergantung pada
kedalaman nalar dan wawasan pemahaman masing-masing
pembaca. Karena hal itu sangat berkaitan erat dengan pandangan pembaca terhadap
puisi yang dibacanya.
Amanat dan pesan moral yang terkandung dalam sebuah puisi itu beragam
dan bervariasi. Yang jelas amanat dan pesan moral dalam sebuah puisi berkaitan
erat dengan judul dan tema yang di usung penulis. Misalnya dalam puisi jenis
Balada amanat dan pesan moralnya adalah mengajak pembaca agar mengambil suri
teladan yang digambarkan oleh tokoh, mengambil hikmah dari cerita baik yaag
baik maupun yang sebaliknya. Amanat dan pesn moral pada puisi relegie adalah
mengajak pembaca ke jalan amar ma’ruf nahi munkar yaitu meningkatkan amal baik
menghindari perbuatan yang dilarang agama, dan megajak pembaca meningkatkan
keimanan ketakwaan kepaada Tuhan yang Maha Esa. Amanat dan pesan moral pada
puisi-puisi kritik sosial mengajak bahkan memprovokasi pembaca menentang
ketidak adilan.
Berikut kita akan mencermati Amanat dan Pesan Moral dalam puisi,
(1) Narasi Kupu-kupu karya Arsyad
Indradi, (2). Pada Suatu Hari karya Sapardi Djoko Damono, (3). Pahlawan
Tak Dikenal karya Toto Sudarto Bahtiar, (4). Tugu Sejarah: Sejarah Tugu?
Karya Andi Jamaluddin AR AK, (5). Cermin Retak karaya AA Ajang, (6). Akulah
Perempuan Lemah karya Fathul Sufath
1
Amanat daan Pesan Moral pada
Puisi Narasi Kupu-Kupu Karya Arsyad
Indradi
Narasi Kupu-Kupu
Hakikatnya akulah kepompong
Metamorfosa bergantung di selembar daun
Lalu menetas berupa kupu-kupu
lalu terbang
menurut takdir
Yang telah
terikrar
Sewaktu masih
segumpal darah
Perjanjian itu
ditandai ruh berupa sayap
Lalu
diperkenankan mengembara di alam ini
Sampai pada
batas waktunya
Adalah seekor
kupu-kupu
Di ujung
selembar daun
Tak pernah lagi
menghitung
Entah berapa
bunga dihinggapi
Hidupnya adalah
madu
Di selembar daun
seekor kupu-kupu
Akal pikirannya
Tak sempat
mencatatkan narasinya
Memandang
sempitnya alam ini
Aku menatap
Dan aku meratap
Saat daun itu luruh
Entah ke mana
terbangnya kupu-kupu
KSSB,2011
(Seloka Bisu Batu Benawa, halaman 26)
Puisi Narasi Kupu-kupu Arsyad Indradi (AI) ini
bersifat spiritual dan filosofis yang mengingatkan kita pada hakikat
kejadian manusia dan akhir kehidupan
manusia itu sendiri. Untuk jelasnya marilah kita cermati bait 1 berikut di
bawah ini.
1. Hakikatnya
akulah kepompong
2. Metamorfosa
bergantung di selembar daun
3. Lalu menetas
berupa kupu-kupu
4. lalu terbang
menurut takdir
5. Yang telah
terikrar
6. Sewaktu masih
segumpal darah
7. Perjanjian
itu ditandai ruh berupa sayap
8. Lalu
diperkenankan mengembara di alam ini
9. Sampai pada
batas waktunya
Berdasarkan paparan di
atas kita ketahui puisi ini menyadarkan kita saat masih segumpal darah, kita
telah berikrar bersedia menerima pahit manisnya hidup yang akan dijalani kelak
yang ditandai dengan ungkapan Yang telah
terikrar dan Sewaktu masih segumpal
darah. Selanjutnya mari kita cermati bait 2 berikut di bawah ini.
10. Adalah
seekor kupu-kupu
11. Di ujung
selembar daun
12. Tak pernah
lagi menghitung
13. Entah berapa
bunga dihinggapi
14. Hidupnya
adalah madu
15. Di selembar
daun seekor kupu-kupu
16. Akal
pikirannya
17. Tak sempat
mencatatkan narasinya
18. Memandang
sempitnya alam ini
Bait 2 di atas
mengungkapkan bahwa manusia pada hakikatnya sama seperti kupu-kupu itu. Selalu
hingap di beberapa bunga. Hidup penuh kenikmatan dunia. Sehingga kita lupa
berapa banyak nikmat yang telah kita terima dariNya. Kita bahkan terkadang
lebih banyak tidak sempat bersyukur. Dan ternyata dunia ini memang terasa
sempit. Selanjutnya mari kita cermati bait 3 sebagai bait penutup berikut di
bawah ini
19. Aku menatap
20. Dan aku
meratap
21. Saat daun
itu luruh
22. Entah ke
mana terbangnya kupu-kupu
Bait 3 diatas
mengungkapkan bahwa aku lirik mencermati akhir dari kehidupan seirang manusia
yang diibaratkannya seperti seekor kupu-kupu yang tak diketahui entah ke mana
terbangnya yang maksudnya adalah entah ke mana saat tutup usia nanti. Ke surga
atau ke neraka.
Berdasarkan pemaparan
di atas kita merasa bahwa puisi ini mengungkapkan pikiran, perasaan dan ajakan
agar hidup jadi lebih bermakna. Dengan mencermati ungkapan-ungkapan dalam puisi
Narasi Kupu-kupu di atas, kita dapat dapat menyimpulkan bahwa dengan puisi ini
penyair Arsyad Indradi mengajak pembaca merenungkan dengan seksama ungkapan Entah ke mana terbangnya kupu-kupu tsb.
Dalam hal ini jawabannya hanya dua, ke surga atau ke neraka. Tentu kita
(pembaca) sangat berharap mendapat jawaban yang bisa menyelamatkan hidup baik
di dunia maupun di akhirat kelak. Amin. Itulah amanat dan pesan moral baik yang
tersurat maupun yang tersirat yang terkandung di dalam puisi Narasu Kupu-kupu
di atas.
2
Amanat dan Pesan Moral dalam Puisi Pada Suatu Hari Nanti
Karya Sapardi Djoko Damono
Pada Suatu Hari Nanti
Pada suatu hari nanti
Jasadku tak akan
ada lagi
Tapi dalam
bait-bait sajak ini
Kau takkan
kurelakan sendiri
Pada suatu hari
nanti
Suaraku tak
terdengar lagi
Tapi di antara
larik-larik sajak ini
Kau akan tetap
kusiasati
Pada suatu hari
nanti
Impianku pun tak
dikenal lagi
Namun di
sela-sela huruf sajak ini
Kau takkan
letih-letihnya kucari
Puisi karya Sapardi Djoko Damono (SDD) ini
adalah puisi Imajis, yang ditandai dengan penggunaan kata dan ungkapan sederhana
non-hiperbolis. Puisi ini juga ditulis dengan citraan pendengaran, di mana
pembaca merasa seakan mendengar ucapan aku
liris kepada kau. Sehingga pembicaraan
ini memudahkan pembaca untuk menangkap amanat dan pesan moral yang terkandung
dalam puisi ini.
Untuk lebih
jelasnya marilah kita cermati bait 1 berikut di bawah ini
1. Pada suatu
hari nanti
2. Jasadku tak
akan ada lagi
3. Tapi dalam
bait-bait sajak ini
4. Kau takkan
kurelakan sendiri
Berdasarkan
paparan bait 1 di atas dapat kita ketahui bahwa aku liris (penyair SDD) berpesan kepada pembaca, Pada suatu saat
nanti, Jasadnya sudah tak ada lagi.
Tetapi dia kan tetap ada bersama pembaca, akan tetap selalu menemui dan menemani
pembaca lewat bait-bait puisi yang diciptakannya. Hal ini jelas terbaca di
larik 1, 2, 3 dan di larik 4.
Selanjutnya mari kita
cermati pesannya lewat bait 2 berikut di bawah ini.
5. Pada suatu
hari nanti
6. Suaraku tak
terdengar lagi
7. Tapi di
antara larik-larik sajak ini
8. Kau akan
tetap kusiasati
Berdasarkan
paparan bait 2 di atas kembali dapat kita ketahui bahwa aku liris (penyair SDD) berpesan kepada pembaca, Pada suatu saat
nanti, suaranya tak terdengar lagi. Ia tak bisa lagi bicara bertatap muka, tak
bisa lagi menyampaikan ide-idenya pada seminar, diskusi dan pertemuan penyair
lainnya. Meskipun demikian ia akan selalu tetap ada bersama pembaca, ia akan
tetap selalu menemui dan menemani pembaca lewat larik-larik puisi yang
diciptakannya. Hal ini jelas terbaca di larik 5, 6, 7 dan di larik 8.
Selanjutnya mari kita
cermati pesannya lewat bait 3 berikut di bawah ini.
9. Pada suatu hari nanti
10. Impianku pun
tak dikenal lagi
11. Namun di
sela-sela huruf sajak ini
12. Kau takkan
letih-letihnya kucari
Berdasarkan
paparan bait 3 di atas lagi-lagi kembali dapat kita ketahui bahwa aku liris (penyair SDD) berpesan kepada
pembaca, Pada suatu saat nanti, impian dan ide dan gagasan tak dikenal orang
lagi. Ia kembali akan selalu tetap ada bersama pembaca pada saat orang-orang
membaca puisi-puisi yang diciptakannya., ia akan tetap selalu menemui dan
menemani pembaca melalui huruf-huruf dalam puisi ciptaannya. Hal ini jelas
terbaca di larik 9, 10, 11 dan di larik 12.
Setelah kita membaca, menelisik dan mencermati puisi Pada Suatu Hari Nanti karya Sapardi
Djoko Damono ini, kita dapat melihat keinginan penyair SDD memperlihatkan
kesungguhan dan kesetiaannya terhadap dunia perpuisian yang digelutinya saat
ini. Ia tak ingin jalinan komunikasinya dengan para pembaca terputus begitu
saja. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa amanat dan pesan moral yang
terkandung dalam puisi ini adalah penyair SDD ingin menyampaikan bahwa betapa
setianya ia kepada pembaca. Walaupun nantinya ia sudah tiada, ia akan tetap
dapat menemui dan menemani pembaca melalui karya-karya puisi ciptaannya.
3
Amanat dan Pesan Moral Puisi
Pahlawan Tak Dikenal
Karya Toto Sudarto Bahtiar
Pahlawan Tak Dikenal
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita
sedang perang
Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lengannya memeluk senapan
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi buka
tidur
Sayang
Wajah sunyi setengah tengadah
Menangkap sepi padang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan
suara menderu
Dia masih sangat muda
Hari itu 10 November, hujan pun mulai turtun
Orang-orang ingin kembali memandangya
Sambil merangkai karangtan bunga
Tapi yang nampak, wajah-wajah sendiri
yang tak dikenalnya
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tuidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata: aku sangat muda
1955
Puisi Pahlawan Tak Dikenal karya
Toto Sudarto Bahtiar (TSB) ini mengingatkan kita pada peristiwa pertempuran
sengit di Surabaya 10 November 1945. Peristiwa bersejarah 10 November yang
telah ditetapkan sebagai Hari Pahlawan yang selalu kita peringati setiap tahun.
Berdasarkan paparan di atas kita langsung mengetahui bahwa puisi ini mengusung
tema kepahlawanan dan perjuangan mempertahankan kemerdekan yang diproklamasikan
pada tanggal 17 Agustus 1945.
Membaca sepintas lalu puisi ini sepertinya TSB hanya mengungkapkan
semangat perjuangan arek-arek Suroboyo dalam mempertahankan kedaulatan bangsa
dan negara terhadap penjajah yang ingin menjajah kembali dengan membonceng
kemenangan Tentara Sekutu. Tetapi setelah kita renungkan dalam-dalam, ternyata
roh puisi ini masih saagat relevan dalam menghadapi tantangan zaman pada
situasi dan kondisi masa kini.
Puisi ini mengungkapkan tentang gugurnya seorang pemuda dalam perang
kemerdekaan 10 November 1945 di Surabaya. Meski puisi ini sepertinya hanya
bercerita tentang sebuah lubang peluru bundar yang bersarang di dada pahlawan
tak dikenal. Pejuang yang mati muda itu tak ingat lagi kapan ia datang dengan
kedua lengannya memeluk senapan,
kemudian ia terbaring, tetapi bukan tidur. Dengan wajah sunyi setengah
tengadah tengah menangkap sepi di padang senja, sementara dunia jadi tambah
membeku di tengah derap suara menderu. Ternyata tiba-tiba saia ia sudah menjadi
pahlawan tak dikenal di saat usianya masih sangat muda. Senyum bekunya mau
berkata kita sedang perang. Ternyata
itulah salah satu dari amanat dan pesan moral yang terkandung di dalam puisi
ini.
Secara tersurat puisi
ini berisi amanat dan pesan moral, (1) perlunya generasi muda bangsa mewarisi
semangat juang pantang menyerah mempertahankan kedaulatan bangsa dan Negara.
(2) perlunya generasi muda bangsa meneruskan penjuangan para pahlawan yang
telah gugur dalam mempertahankan kedaulatan bangsa dan Negara.
Secara tersirat dari
ungkapan kita sedang perang kita
menangkap ada terselip amanat dan pesan moral bahwa sampai saat ini kita masih sedang berperang. Dan
tersirat pula amanat dan pesan moral agar generasi muda bangsa sepatutnya
mewarisi semangat juang pahlawan pantang menyerah dan rela berkorban demi
memenangkan peperangan yang masih dan terus akan berlangsung. Tentu saja
peperangan saat ini bukanlah berperang melawan penjajah yang sama, tetapi kita
berperang dalam bentuk yang lain. Yaitu memerangi kebodohan, kemiskinan,
kemelaratan dan keterpurukan bangsa. Termasuk juga memerangi para koruptor yang
sangat merugikan bangsa dan negara saat ini.
Puisi ini mengungkapkan
dan mengangkat makna perjuangan para pahlawan dengan amanat dan pesan moral
agar kita sebagai penerus bangsa tetap selalu memperingati hari Pahlawan 10 November. Dalam hal
ungkapan Kita sedang perang, musuh
kita saat ini bukanlah negara lain yang ingin menjajah melainkan diri kita
sendiri ataupun bangsa kita sendiri. Yang terpeting kita harus memenangkan
Peperangan besar ini. Sakag satrunya adalah kita harus memenangkan peperangan
dengan berusaha mensejajarkan kemampuan di bidang ekonomi, ilmu pengetahuan dan
teknologi sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Minimal sejajar dengan dengan
bangsa-bangsa di Asia Tengara. Untuk ini marilah kita mulai dengan penanaman
moral pada diri kita sendiri, agar kita sebagai penerus bangsa memiliki moral
dan kepribadian yang suci. Demikilah kiranya amanat dan pesan moral yang
terkandung dalam puisi Pahlawan Tak
Dikenal karya Toto Sudarto Bahtiar ini.
4
Amanat dan Pesan Moral Puisi Tugu Sejarah: Sejarah Tugu?
Karya Andi Jamaluddin AR AK
SejarahTugu: Tugu Sejarah ?
Tugu memberi pilar waktu semusim
pahat sejarah langkah negeri
kepada anak matahari yang kelak berpijar
tapi tak ada makna lagi
tugu berubah wujud
sejarah menjadi abu-abu
pendar zaman yang tervonis
anak matahari bertanya-tanya
ke mana?
Pagatan, 09 Jnuari 2014
(SILUET RUMAH LAUT, hal. 16)
Puisi karya Andi Jamaluddin AR AK ini berjudul Sejarah Tugu: Tugu Sejarah? Kata Tugu mengingatkan kita pada suatu
peringatan yang berkaitan erat dengan suatu peristiwa penting atau peristiwa
bersejarah yang perlu ditandai dengan berdirinya sebuah tugu. Karena perlunya
peristiwa itu agar tak terlupakan maka dianggap perlu membangun sebuah tugu
yaitu tugu perigatan.
Judul puisi ini ditutup dengan tanda tanya (?). Ini mengundang sebuah
tanda tanya besar. Sebenarnya ada apa dengan Tugu Sejarah itu? Untuk mengetahui mari kita cermati
larik-larik berikut di bawah ini
1. Tugu memberi pilar waktu semusim
2. pahat sejarah langkah negeri
3. kepada anak matahari yang kelak berpijar
4. tapi tak ada makna lagi
5. tugu berubah wujud
6. sejarah menjadi abu-abu
7. pendar zaman yang tervonis
8. anak matahari bertanya-tanya
9. ke mana?
Berdasarkan paparan di atas kita ketahui bahwa puisi ini mengungkapkan
tentang sebuah tugu yang sudah kehilangan makna keberadannya. Sebagaimana yang
tercantum dalam ungkapan tapi tak ada
makna lagi di larik 4 dan dalam ungkapan tugu sudah berubah wujud di larik 5.
Pertanyaannya adalah, Apakah yang dimaksud dengan tugu berubah wujud? Apakah sudah berubah menjadi berhala
sesembahan? Tentu saja bukan itu maksudnya. Ataukah sudah menjadi tempat
tulisan-tulisan ungkapkan ekpressi remaja yang semakin liar? Barangkali saja
tugu itu penuh dengan berbagai tulisan narsis dan arogan ciri khas kebiasaan
remaja masa kini. Semoga saja bukan itu yang terjadi. Jika itu yang benar-benar
terjadi, maka ini sudah tak bisa dibiarkan lagi. Harus ada upaya penyadaran
kepada para pelaku dan dibarengi dengan upaya pencegahan dari pihak yang
berwewenang. Bukankah tugu itu dibangun sebagai penanda adanya peristiwa
bersejarah? Dan hal itu sudah selayaknya ditandai dengan dibangunnya tugu tsb.
Selanjutya tuguts haris dijaga dan dipelihara. Bukan malah sebaliknya
dibeginikan dan dibegitukan sehingga
menjadi kehilangan makna. Akibatnya tentu Sejarah menjadi abu-abu dan
tidak jelas jadinya. Lalu? Kemanakah generasi muda harus bertanya?
Setelah kita baca, kita simak, kita kita telisik dan kita cermati,
muncul sebuah pertanyaan. Amanat dan pesan moral
apakah yang terkandung di dalam puisi ini?
Tidak terlalu sulit kita menjawab pertanyaan tsb. Kerapa? Untuk menjawab
pertanyaan tsb. kita kembali harus menanyakan, Untuk apa tugu itu dibangun?
Tentu jawabnya untuk menandai sebuah peristiwa penting. Dengan demimkian dapat
kita simpulkjan bahwa amanat dan pesan moral yang terkandung dalam puisi ini
adalah, agar segenap lapisan masyarakat bersama-sama menjaga dan memelihara
keberadaan tugu tsb. Hendaknya jangan ada yang merusak dan mengganggu
keberadaan tugu tsb.
Demikianlah amanat dan pesan moral yang
terkandung di dalam puisi Tugu Sejarah :
Sejarah Tugu? Karya Andi Jamaluddin AR AK ini.
5
Amanat dan Pesan Moral Puisi
Cermin Retak Karya AA Ajang
Cermin Retak
cermin retak
pantulkan bayang
wajah utuh
bias seribu
menyisakan sudut-sudut kaku
menajam dan memandang
kadang melukai
menggabarkan usangnya kehidupan
yang terhempas
di saat orang-orang menari girang
masih menyisakan banyak kedukaan
(potret negeri kita)
Handil Bakti, 03032011
(seloka bisu batu benawa, hal. 1)
Puisi karya A.A Ajang (AAA) ini berjudul Cermin Retak mengingatkan kita pada sebuah alat yang biasa kita
gunakan untuk berkaca sehari-hari. Cermin ini termasuk peralatan yang sangat
penting bagi setiap orang. Kenapa? Karena hampir tidak ada orang yang tidak
memerlukan cermin. Bahkan dapat dikatakan tiada hari hidup tanpa cermin
Terutama saat mau keluar rumah. Sebelum keluar rumah biasanya kita berkaca
mematut-matut wajah. Minimal menyisir rambut dan memperhatikan siapa tahu ada
yang masih kurang patut dilihat orang. Bayangkan jika tak ada cermin di rumah,
tentu semua bisa menjadi kacau.
Puisi ini diawali dengan frasa cermin
retak dan ditutup dengan potret
negeri kita. Kedua ungkapan tsb. adalah kata kunci dari puisi karya AAA
ini.
Untuk lebih jelasnya mari kita cermati diksi dan ungkapan-ungkapan dalam
larik-larik di bawah ini.
1. cermin retak
2. pantulkan bayang
3. wajah utuh
4. bias seribu
5. menyisakan sudut-sudut kaku
6. menajam dan memandang
7. kadang melukai
8. menggambarkan usangnya kehidupan
9. yang terhempas
10. di saat orang-orang menari girang
11. masih menyisakan banyak kedukaan
12. (potret negeri kita)
Berdasarkan paparan di atas kita ketahui bahwa puisi Cermin Retak ini ditulis dengan
menggunakan sebuah perumpamaan, Dalam puisi ini penyair AAA sengaja mengarahkan
pembaca dengan kata kunci yang digunakannya sebagai pembuka yaitu Cermin retak dan ditutup dengan potret negeri kita. Dengan kata kunci
tsb. kita langsung dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Cermin Retak dalam puisi ini adalah
negeri kita sendiri yaitu Indonesia yang kita cinta ini.
Berdasarkan paparan diksi dan ungkapan dalam larik-larik puisi di atas
kita mengetahui bahwa negeri kita ini ibarat sebuah cermin yang sudah retak.
Layaknya cermin yang sudah retak meski masih bisa memantulkan bayangan wajah
kita. Tetapi bayangan wajah kita nampak tak seutuh wajah aslinya. Kenapa?
Karena telah bias jadi wajah seribu. Telah menyisakan sudut-sudut yang kaku menajam dan memanjang, bahkan terkadang
melukai. Itulah negeri Indonesia yang kita cintai ini, bagaikan cermin retak
yang telah memperlihatkan bias wajah seribu. Dengan puisi ini penyair AAA
memperingatkan kita apa yang telah terjadi saat ini. Nampaknya telah terjadi
bias seribu pada wajah Indonesia. Meski wajah asli masih tetap satu tetapi tak
ubahnya seperti cermin retak. Yang nampak adalah pertikaian idiolog dan silang
pendapat antar pendukung jadi semakin tajam. Masing-masing kelompok merasa
benar dan saling ingin menang sendiri. Media sosial fesbuk penuh dengan fitnah
dan caci maki antar pendukung. Hal ini diungkapkan penyair AAA dalam ungkapan wajah utuh di larik 3 bias seribu di larik 4 menyisakan sudut-sudut kaku di larik 5 menajam dan memanjang di larik 6 dan
dalam ungkapan kadang melukai di
larik 7.
Berdasarkan paparan dan bahasan di atas dapat kita petik amanat dan
pesan moral yang terkandung dalam puisi ini.adalah janganlah hendaknya saling
caci saling cela saling fitnah antara sesama komponen bangsa. Jangan membuat
bangsa ini menjadi seperti cermin retak, tetapi tetaplah perkuat persatuan dan
kesatuan di antara sesama konponen bangsa yang sama-sama potensial, yana
sama-sama dihajatkan oleh banga adan negara..
Demikianlah kiranya amanat dan pesan moral yang ingin disampaikan
penyair AA Ajang melalui puisi Cermin
Retak ini.
6
Amanat dan Pesan Moral Puisi
Akulah Perempuan Lemah
Karya Fathul Sufath
Akulah Perempuan Lemah
Akulah perempuan lemah
Meniti ranting yang menumpuk
Rintikku tercurah duka lara
Pada cerita kumbang sore hari
Akulah perempuan lemah
Tebar pesona kemudian pergi
Meninggalkan duka pada jejak
Jadikan warna dalam hidup
Akulah perempuan lemah
Yang jatuh pada rinai kesedihan
Yang terdamparpada padang kedukaan
Setiap menuai runcing air mata
Akulah perempuan lemah
Jatuh pada dekapan bualanmu
Pada retak ilalang dustamu
Dan lenyap bersama bayangan
Antara aku perempuan lemah
Dengan semua rintihan duka
Berlabuh di dermaga air mata
Banjarbaru, 16 November 2014
Ditinjau dari cara bertuturnya puisi yang berjudul Akulah Perempuan Lemah karya Fathul Sufath ini termasuk Puisi Liris. Yang ditandai dengan kata Aku sebagai penutur. Ditinjau dari ungkapan-ungkapan yang dipergunakan, puisi ini
termasuk kelompok Puisi Deskriptif Impresionis
yang mengungkapkan kesan penyair tentang sesuatu hal yang sangat menarik
dan mengganjal di hatuya.
Berdasarkan paparan di atas, kita ketahui bahwa puisi ini mengungkapkan
tentang seorang perempuan yang jatuh terjebak pada perangkap bujuk dan rayu
seorang lelaki yang dikiranya bertanggung jawab dan dapat dipercaya, ternyata
lelaki itu hanyalah seekor kumbang pengisap madu yang terbang ,emgisap
madi dari bunga yang satu ke bunga yang
lain, lalu pergi begitu saja meninggalkan perempuan lemah itu. Kini yang
tersisa hanyalah duka lara deraian air mata. Kini perempuan lemah itu terdampar
di padang kedukaan. Dengan semua rintihan lemah ia berlabuh di dermaga air
mata.
Berdasarkan paparan dan bahasan di atas, kita dapat mengambil hikmah
yang sangat berharga, yaitu adanya amanat dan pesan moral yang terkandung dalam
puisi ini yang patut kita pertimbangkan. Amanat dan pesan moral itu adalah,
hendaknya para gadis atau wanita lainnya jangan cepat percaya, jangan sampai
terlena dengan bujuk rayu kumbang-kumbang
pengisap madu. Sebab bisa jadi itu akan menimbulkan penyesalan di kemudian
hari. Demikianlah kiranya amanat dan
pesan moral yang terkandung dalam puisi Akulah Perempuan Lemah karya Fathul Sufath ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar