menu

Minggu, 26 Juni 2016

AMANAT DAN PESAN MORAL DALAM SEBUAH PUISI



AMANAT DAN PESAN MORAL DALAM SEBUAH PUISI
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                 
        Amanat dan pesan moral yang terkandung dalam sebuah puisi adalah pesan, nasihat dan keinginan penyair yang ingin disampaikannya melalui karya puisi yang ditulisnya. Dengan kata lain amanat inilah yang memotivasi penyair menciptakan sebuah puisi. Amanat dan pesan moral, baik yang tersurat maupun yang tersirat, mungkin secara sadar sudah ada di dalam pikiran penyair. Karenanya semua diksi, citraan dan majas yang digunakan tentu sudah sejalan dengan amanat dan pesan moral yang ingin disampaikan. Itu berarti dalam menulis puisi penyair seyogyanya mempertimbangkan diksi dan ungkapan yang dapat mengarahkan pembaca kepada amanat dan pesan moral yang ingin disampaikannya. Minimal tidak menyimpang ke arah lain. Tetapi pada kenyataannya banyak penyair yang tidak menyadari tentang hal itu. Kenapa? Karena banyak penyair yang menciptakan sebuah puisi hanya dengan menulis tanpa memikirkan tema, amanat dan pesan moral yang diinginkannya dengan menulis puisi itu. Menurutnya yang terpenting adalah berkarya dengan menulis kata-kata yang terlintas di dalam benaknya. Soal makna, tema, amanat dan pesan moral yang tersurat di dalam puisinya, biarlah pembaca yang mencari sendiri dalam puisi yang ditulisnya itu.


       Amanat dan pesan moral dalam sebuah puisi baik berupa amanat, pesan, nasihat maupun keinginan penyair hanya dapat ditangkap pembaca setelah membaca puisi tsb. Amanat dan pesan moral itu baru diketahui setelah mengetahui tema, perasaan, nada dan suasana dalam sebuah puisi. Cara pembaca menyimak dan menyimpulkan pesan moral yang terkandung dalam sebuah puisi tergantung pada kedalaman nalar  dan wawasan pemahaman masing-masing pembaca. Karena hal itu sangat berkaitan erat dengan pandangan pembaca terhadap puisi yang dibacanya.

      Amanat dan pesan moral yang terkandung dalam sebuah puisi itu beragam dan bervariasi. Yang jelas amanat dan pesan moral dalam sebuah puisi berkaitan erat dengan judul dan tema yang di usung penulis. Misalnya dalam puisi jenis Balada amanat dan pesan moralnya adalah mengajak pembaca agar mengambil suri teladan yang digambarkan oleh tokoh, mengambil hikmah dari cerita baik yaag baik maupun yang sebaliknya. Amanat dan pesn moral pada puisi relegie adalah mengajak pembaca ke jalan amar ma’ruf nahi munkar yaitu meningkatkan amal baik menghindari perbuatan yang dilarang agama, dan megajak pembaca meningkatkan keimanan ketakwaan kepaada Tuhan yang Maha Esa. Amanat dan pesan moral pada puisi-puisi kritik sosial mengajak bahkan memprovokasi pembaca menentang ketidak adilan.

       Berikut kita akan mencermati Amanat dan Pesan Moral dalam puisi, (1)  Narasi Kupu-kupu karya Arsyad Indradi, (2). Pada Suatu Hari karya Sapardi Djoko Damono, (3). Pahlawan Tak Dikenal karya Toto Sudarto Bahtiar, (4). Tugu Sejarah: Sejarah Tugu? Karya Andi Jamaluddin AR AK, (5). Cermin Retak karaya AA Ajang, (6). Akulah Perempuan Lemah karya Fathul Sufath  

1
Amanat daan Pesan Moral pada Puisi  Narasi Kupu-Kupu Karya Arsyad Indradi

Narasi Kupu-Kupu

Hakikatnya akulah kepompong
Metamorfosa bergantung di selembar daun
Lalu menetas berupa kupu-kupu
lalu terbang menurut takdir
Yang telah terikrar
Sewaktu masih segumpal darah
Perjanjian itu ditandai ruh berupa sayap
Lalu diperkenankan mengembara di alam ini
Sampai pada batas waktunya

Adalah seekor kupu-kupu
Di ujung selembar daun
Tak pernah lagi menghitung
Entah berapa bunga dihinggapi
Hidupnya adalah madu
Di selembar daun seekor kupu-kupu
Akal pikirannya
Tak sempat mencatatkan narasinya
Memandang sempitnya alam ini

Aku menatap
Dan aku meratap
Saat daun itu luruh
Entah ke mana terbangnya kupu-kupu

KSSB,2011
(Seloka Bisu Batu Benawa, halaman 26)

       Puisi Narasi Kupu-kupu Arsyad Indradi (AI) ini bersifat spiritual dan filosofis yang mengingatkan kita pada hakikat kejadian  manusia dan akhir kehidupan manusia itu sendiri. Untuk jelasnya marilah kita cermati bait 1 berikut di bawah ini.

1. Hakikatnya akulah kepompong
2. Metamorfosa bergantung di selembar daun
3. Lalu menetas berupa kupu-kupu
4. lalu terbang menurut takdir
5. Yang telah terikrar
6. Sewaktu masih segumpal darah
7. Perjanjian itu ditandai ruh berupa sayap
8. Lalu diperkenankan mengembara di alam ini
9. Sampai pada batas waktunya

       Berdasarkan paparan di atas kita ketahui puisi ini menyadarkan kita saat masih segumpal darah, kita telah berikrar bersedia menerima pahit manisnya hidup yang akan dijalani kelak yang ditandai dengan ungkapan Yang telah terikrar dan Sewaktu masih segumpal darah. Selanjutnya mari kita cermati bait 2 berikut di bawah ini.

10. Adalah seekor kupu-kupu
11. Di ujung selembar daun
12. Tak pernah lagi menghitung
13. Entah berapa bunga dihinggapi
14. Hidupnya adalah madu
15. Di selembar daun seekor kupu-kupu
16. Akal pikirannya
17. Tak sempat mencatatkan narasinya
18. Memandang sempitnya alam ini 


     Bait 2 di atas mengungkapkan bahwa manusia pada hakikatnya sama seperti kupu-kupu itu. Selalu hingap di beberapa bunga. Hidup penuh kenikmatan dunia. Sehingga kita lupa berapa banyak nikmat yang telah kita terima dariNya. Kita bahkan terkadang lebih banyak tidak sempat bersyukur. Dan ternyata dunia ini memang terasa sempit. Selanjutnya mari kita cermati bait 3 sebagai bait penutup berikut di bawah ini  

19. Aku menatap
20. Dan aku meratap
21. Saat daun itu luruh
22. Entah ke mana terbangnya kupu-kupu

       Bait 3 diatas mengungkapkan bahwa aku lirik mencermati akhir dari kehidupan seirang manusia yang diibaratkannya seperti seekor kupu-kupu yang tak diketahui entah ke mana terbangnya yang maksudnya adalah entah ke mana saat tutup usia nanti. Ke surga atau ke neraka. 

       Berdasarkan pemaparan di atas kita merasa bahwa puisi ini mengungkapkan pikiran, perasaan dan ajakan agar hidup jadi lebih bermakna. Dengan mencermati ungkapan-ungkapan dalam puisi Narasi Kupu-kupu di atas, kita dapat dapat menyimpulkan bahwa dengan puisi ini penyair Arsyad Indradi mengajak pembaca merenungkan dengan seksama ungkapan Entah ke mana terbangnya kupu-kupu tsb. Dalam hal ini jawabannya hanya dua, ke surga atau ke neraka. Tentu kita (pembaca) sangat berharap mendapat jawaban yang bisa menyelamatkan hidup baik di dunia maupun di akhirat kelak. Amin. Itulah amanat dan pesan moral baik yang tersurat maupun yang tersirat yang terkandung di dalam puisi Narasu Kupu-kupu di atas. 


2
Amanat dan Pesan Moral dalam Puisi Pada Suatu Hari Nanti
Karya Sapardi Djoko Damono

Pada Suatu Hari Nanti

Pada suatu hari nanti
Jasadku tak akan ada lagi
Tapi dalam bait-bait sajak ini
Kau takkan kurelakan sendiri

Pada suatu hari nanti
Suaraku tak terdengar lagi
Tapi di antara larik-larik sajak ini
Kau akan tetap kusiasati

Pada suatu hari nanti
Impianku pun tak dikenal lagi
Namun di sela-sela huruf sajak ini
Kau takkan letih-letihnya kucari

       Puisi karya Sapardi Djoko Damono (SDD) ini adalah puisi Imajis, yang ditandai dengan penggunaan kata dan ungkapan sederhana non-hiperbolis. Puisi ini juga ditulis dengan citraan pendengaran, di mana pembaca merasa seakan mendengar ucapan aku liris kepada kau. Sehingga pembicaraan ini memudahkan pembaca untuk menangkap amanat dan pesan moral yang terkandung dalam puisi ini.  
      Untuk lebih jelasnya marilah kita cermati bait 1 berikut di bawah ini

1. Pada suatu hari nanti
2. Jasadku tak akan ada lagi
3. Tapi dalam bait-bait sajak ini
4. Kau takkan kurelakan sendiri 

       Berdasarkan paparan bait 1 di atas dapat kita ketahui bahwa aku liris (penyair SDD) berpesan kepada pembaca, Pada suatu saat nanti, Jasadnya sudah tak ada lagi. Tetapi dia kan tetap ada bersama pembaca, akan tetap selalu menemui dan menemani pembaca lewat bait-bait puisi yang diciptakannya. Hal ini jelas terbaca di larik 1, 2, 3 dan di larik 4.
       Selanjutnya mari kita cermati pesannya lewat bait 2 berikut di bawah ini.

5. Pada suatu hari nanti
6. Suaraku tak terdengar lagi
7. Tapi di antara larik-larik sajak ini
8. Kau akan tetap kusiasati

       Berdasarkan paparan bait 2 di atas kembali dapat kita ketahui bahwa aku liris (penyair SDD) berpesan kepada pembaca, Pada suatu saat nanti, suaranya tak terdengar lagi. Ia tak bisa lagi bicara bertatap muka, tak bisa lagi menyampaikan ide-idenya pada seminar, diskusi dan pertemuan penyair lainnya. Meskipun demikian ia akan selalu tetap ada bersama pembaca, ia akan tetap selalu menemui dan menemani pembaca lewat larik-larik puisi yang diciptakannya. Hal ini jelas terbaca di larik 5, 6, 7 dan di larik 8.
       Selanjutnya mari kita cermati pesannya lewat bait 3 berikut di bawah ini.

9.  Pada suatu hari nanti
10. Impianku pun tak dikenal lagi
11. Namun di sela-sela huruf sajak ini
12. Kau takkan letih-letihnya kucari

       Berdasarkan paparan bait 3 di atas lagi-lagi kembali dapat kita ketahui bahwa aku liris (penyair SDD) berpesan kepada pembaca, Pada suatu saat nanti, impian dan ide dan gagasan tak dikenal orang lagi. Ia kembali akan selalu tetap ada bersama pembaca pada saat orang-orang membaca puisi-puisi yang diciptakannya., ia akan tetap selalu menemui dan menemani pembaca melalui huruf-huruf dalam puisi ciptaannya. Hal ini jelas terbaca di larik 9, 10, 11 dan di larik 12.
       Setelah kita membaca, menelisik dan mencermati puisi Pada Suatu Hari Nanti karya Sapardi Djoko Damono ini, kita dapat melihat keinginan penyair SDD memperlihatkan kesungguhan dan kesetiaannya terhadap dunia perpuisian yang digelutinya saat ini. Ia tak ingin jalinan komunikasinya dengan para pembaca terputus begitu saja. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa amanat dan pesan moral yang terkandung dalam puisi ini adalah penyair SDD ingin menyampaikan bahwa betapa setianya ia kepada pembaca. Walaupun nantinya ia sudah tiada, ia akan tetap dapat menemui dan menemani pembaca melalui karya-karya puisi ciptaannya.


3
Amanat dan Pesan Moral Puisi Pahlawan Tak Dikenal
Karya Toto Sudarto Bahtiar


Pahlawan Tak Dikenal

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita
sedang perang

Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lengannya memeluk senapan
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi buka  tidur
Sayang

Wajah sunyi setengah tengadah
Menangkap sepi padang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan
suara menderu
Dia masih sangat muda

Hari itu 10 November, hujan pun mulai turtun
Orang-orang ingin kembali memandangya
Sambil merangkai karangtan bunga
Tapi yang nampak, wajah-wajah sendiri
yang tak dikenalnya

Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tuidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata: aku sangat muda

1955 

       Puisi Pahlawan Tak Dikenal karya Toto Sudarto Bahtiar (TSB) ini mengingatkan kita pada peristiwa pertempuran sengit di Surabaya 10 November 1945. Peristiwa bersejarah 10 November yang telah ditetapkan sebagai Hari Pahlawan yang selalu kita peringati setiap tahun. Berdasarkan paparan di atas kita langsung mengetahui bahwa puisi ini mengusung tema kepahlawanan dan perjuangan mempertahankan kemerdekan yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.

      Membaca sepintas lalu puisi ini sepertinya TSB hanya mengungkapkan semangat perjuangan arek-arek Suroboyo dalam mempertahankan kedaulatan bangsa dan negara terhadap penjajah yang ingin menjajah kembali dengan membonceng kemenangan Tentara Sekutu. Tetapi setelah kita renungkan dalam-dalam, ternyata roh puisi ini masih saagat relevan dalam menghadapi tantangan zaman pada situasi dan kondisi masa kini.

        Puisi ini mengungkapkan tentang gugurnya seorang pemuda dalam perang kemerdekaan 10 November 1945 di Surabaya. Meski puisi ini sepertinya hanya bercerita tentang sebuah lubang peluru bundar yang bersarang di dada pahlawan tak dikenal. Pejuang yang mati muda itu tak ingat lagi kapan ia datang dengan kedua lengannya memeluk senapan,  kemudian ia terbaring, tetapi bukan tidur. Dengan wajah sunyi setengah tengadah tengah menangkap sepi di padang senja, sementara dunia jadi tambah membeku di tengah derap suara menderu. Ternyata tiba-tiba saia ia sudah menjadi pahlawan tak dikenal di saat usianya masih sangat muda. Senyum bekunya mau berkata kita sedang perang. Ternyata itulah salah satu dari amanat dan pesan moral yang terkandung di dalam puisi ini.  

       Secara tersurat puisi ini berisi amanat dan pesan moral, (1) perlunya generasi muda bangsa mewarisi semangat juang pantang menyerah mempertahankan kedaulatan bangsa dan Negara. (2) perlunya generasi muda bangsa meneruskan penjuangan para pahlawan yang telah gugur dalam mempertahankan kedaulatan bangsa dan Negara.

       Secara tersirat dari ungkapan kita sedang perang kita menangkap ada terselip amanat dan pesan moral bahwa sampai saat ini kita masih sedang berperang. Dan tersirat pula amanat dan pesan moral agar generasi muda bangsa sepatutnya mewarisi semangat juang pahlawan pantang menyerah dan rela berkorban demi memenangkan peperangan yang masih dan terus akan berlangsung. Tentu saja peperangan saat ini bukanlah berperang melawan penjajah yang sama, tetapi kita berperang dalam bentuk yang lain. Yaitu memerangi kebodohan, kemiskinan, kemelaratan dan keterpurukan bangsa. Termasuk juga memerangi para koruptor yang sangat merugikan bangsa dan negara saat ini.

       Puisi ini mengungkapkan dan mengangkat makna perjuangan para pahlawan dengan amanat dan pesan moral agar kita sebagai penerus bangsa tetap selalu memperingati hari Pahlawan 10 November. Dalam hal ungkapan Kita sedang perang, musuh kita saat ini bukanlah negara lain yang ingin menjajah melainkan diri kita sendiri ataupun bangsa kita sendiri. Yang terpeting kita harus memenangkan Peperangan besar ini. Sakag satrunya adalah kita harus memenangkan peperangan dengan berusaha mensejajarkan kemampuan di bidang ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Minimal sejajar dengan dengan bangsa-bangsa di Asia Tengara. Untuk ini marilah kita mulai dengan penanaman moral pada diri kita sendiri, agar kita sebagai penerus bangsa memiliki moral dan kepribadian yang suci. Demikilah kiranya amanat dan pesan moral yang terkandung dalam puisi Pahlawan Tak Dikenal karya Toto Sudarto Bahtiar ini.


4
Amanat dan Pesan Moral Puisi Tugu Sejarah: Sejarah Tugu?  
Karya Andi Jamaluddin AR AK

SejarahTugu: Tugu Sejarah ?

Tugu memberi pilar waktu semusim
pahat sejarah langkah negeri
kepada anak matahari yang kelak berpijar
tapi tak ada makna lagi
tugu berubah wujud
sejarah menjadi abu-abu
pendar zaman yang tervonis
anak matahari bertanya-tanya
ke mana?

Pagatan, 09 Jnuari 2014
(SILUET RUMAH LAUT, hal. 16)  

       Puisi karya Andi Jamaluddin AR AK ini berjudul Sejarah Tugu: Tugu Sejarah? Kata Tugu mengingatkan kita pada suatu peringatan yang berkaitan erat dengan suatu peristiwa penting atau peristiwa bersejarah yang perlu ditandai dengan berdirinya sebuah tugu. Karena perlunya peristiwa itu agar tak terlupakan maka dianggap perlu membangun sebuah tugu yaitu tugu perigatan. 
       Judul puisi ini ditutup dengan tanda tanya (?). Ini mengundang sebuah tanda tanya besar. Sebenarnya ada apa dengan Tugu Sejarah itu?  Untuk mengetahui mari kita cermati larik-larik berikut di bawah ini

1. Tugu memberi pilar waktu semusim
2. pahat sejarah langkah negeri
3. kepada anak matahari yang kelak berpijar
4. tapi tak ada makna lagi  

5. tugu berubah wujud
6. sejarah menjadi abu-abu
7. pendar zaman yang tervonis
8. anak matahari bertanya-tanya
9. ke mana?

       Berdasarkan paparan di atas kita ketahui bahwa puisi ini mengungkapkan tentang sebuah tugu yang sudah kehilangan makna keberadannya. Sebagaimana yang tercantum dalam ungkapan tapi tak ada makna lagi di larik 4 dan dalam ungkapan tugu sudah berubah wujud di larik 5.
       Pertanyaannya adalah, Apakah yang dimaksud dengan tugu berubah wujud? Apakah sudah berubah menjadi berhala sesembahan? Tentu saja bukan itu maksudnya. Ataukah sudah menjadi tempat tulisan-tulisan ungkapkan ekpressi remaja yang semakin liar? Barangkali saja tugu itu penuh dengan berbagai tulisan narsis dan arogan ciri khas kebiasaan remaja masa kini. Semoga saja bukan itu yang terjadi. Jika itu yang benar-benar terjadi, maka ini sudah tak bisa dibiarkan lagi. Harus ada upaya penyadaran kepada para pelaku dan dibarengi dengan upaya pencegahan dari pihak yang berwewenang. Bukankah tugu itu dibangun sebagai penanda adanya peristiwa bersejarah? Dan hal itu sudah selayaknya ditandai dengan dibangunnya tugu tsb. Selanjutya tuguts haris dijaga dan dipelihara. Bukan malah sebaliknya dibeginikan dan dibegitukan sehingga  menjadi kehilangan makna. Akibatnya tentu Sejarah menjadi abu-abu dan tidak jelas jadinya. Lalu? Kemanakah generasi muda harus bertanya?
      Setelah kita baca, kita simak, kita kita telisik dan kita cermati, muncul sebuah pertanyaan. Amanat dan pesan moral apakah yang terkandung di dalam puisi ini?  Tidak terlalu sulit kita menjawab pertanyaan tsb. Kerapa? Untuk menjawab pertanyaan tsb. kita kembali harus menanyakan, Untuk apa tugu itu dibangun? Tentu jawabnya untuk menandai sebuah peristiwa penting. Dengan demimkian dapat kita simpulkjan bahwa amanat dan pesan moral yang terkandung dalam puisi ini adalah, agar segenap lapisan masyarakat bersama-sama menjaga dan memelihara keberadaan tugu tsb. Hendaknya jangan ada yang merusak dan mengganggu keberadaan tugu tsb.
       Demikianlah amanat dan pesan moral yang terkandung di dalam puisi Tugu Sejarah : Sejarah Tugu? Karya Andi Jamaluddin AR AK ini.

5 
Amanat dan Pesan Moral Puisi Cermin Retak Karya AA Ajang

Cermin Retak

cermin retak
pantulkan bayang
wajah utuh
bias seribu
menyisakan sudut-sudut kaku
menajam dan memandang
kadang melukai
menggabarkan usangnya kehidupan
yang terhempas
di saat orang-orang menari girang
masih menyisakan banyak kedukaan
(potret negeri kita)

Handil Bakti, 03032011
(seloka bisu batu benawa, hal. 1)

       Puisi karya A.A Ajang (AAA) ini berjudul Cermin Retak mengingatkan kita pada sebuah alat yang biasa kita gunakan untuk berkaca sehari-hari. Cermin ini termasuk peralatan yang sangat penting bagi setiap orang. Kenapa? Karena hampir tidak ada orang yang tidak memerlukan cermin. Bahkan dapat dikatakan tiada hari hidup tanpa cermin Terutama saat mau keluar rumah. Sebelum keluar rumah biasanya kita berkaca mematut-matut wajah. Minimal menyisir rambut dan memperhatikan siapa tahu ada yang masih kurang patut dilihat orang. Bayangkan jika tak ada cermin di rumah, tentu semua bisa menjadi kacau.
       Puisi ini diawali dengan frasa cermin retak dan ditutup dengan potret negeri kita. Kedua ungkapan tsb. adalah kata kunci dari puisi karya AAA ini.

       Untuk lebih jelasnya mari kita cermati diksi dan ungkapan-ungkapan dalam larik-larik di bawah ini. 

1. cermin retak
2. pantulkan bayang
3. wajah utuh
4. bias seribu
5. menyisakan sudut-sudut kaku
6. menajam dan memandang
7. kadang melukai
8. menggambarkan usangnya kehidupan
9. yang terhempas
10. di saat orang-orang menari girang
11. masih menyisakan banyak kedukaan
12. (potret negeri kita)
   
       Berdasarkan paparan di atas kita ketahui bahwa puisi Cermin Retak ini ditulis dengan menggunakan sebuah perumpamaan, Dalam puisi ini penyair AAA sengaja mengarahkan pembaca dengan kata kunci yang digunakannya sebagai pembuka yaitu Cermin retak dan ditutup dengan potret negeri kita. Dengan kata kunci tsb. kita langsung dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Cermin Retak dalam puisi ini adalah negeri kita sendiri yaitu Indonesia yang kita cinta ini.
       Berdasarkan paparan diksi dan ungkapan dalam larik-larik puisi di atas kita mengetahui bahwa negeri kita ini ibarat sebuah cermin yang sudah retak. Layaknya cermin yang sudah retak meski masih bisa memantulkan bayangan wajah kita. Tetapi bayangan wajah kita nampak tak seutuh wajah aslinya. Kenapa? Karena telah bias jadi wajah seribu. Telah menyisakan sudut-sudut yang kaku menajam dan memanjang, bahkan terkadang melukai. Itulah negeri Indonesia yang kita cintai ini, bagaikan cermin retak yang telah memperlihatkan bias wajah seribu. Dengan puisi ini penyair AAA memperingatkan kita apa yang telah terjadi saat ini. Nampaknya telah terjadi bias seribu pada wajah Indonesia. Meski wajah asli masih tetap satu tetapi tak ubahnya seperti cermin retak. Yang nampak adalah pertikaian idiolog dan silang pendapat antar pendukung jadi semakin tajam. Masing-masing kelompok merasa benar dan saling ingin menang sendiri. Media sosial fesbuk penuh dengan fitnah dan caci maki antar pendukung. Hal ini diungkapkan penyair AAA dalam ungkapan wajah utuh di larik 3 bias seribu di larik 4 menyisakan sudut-sudut kaku di larik 5 menajam dan memanjang di larik 6 dan dalam ungkapan kadang melukai di larik 7.    
       Berdasarkan paparan dan bahasan di atas dapat kita petik amanat dan pesan moral yang terkandung dalam puisi ini.adalah janganlah hendaknya saling caci saling cela saling fitnah antara sesama komponen bangsa. Jangan membuat bangsa ini menjadi seperti cermin retak, tetapi tetaplah perkuat persatuan dan kesatuan di antara sesama konponen bangsa yang sama-sama potensial, yana sama-sama dihajatkan oleh banga adan negara..  
       Demikianlah kiranya amanat dan pesan moral yang ingin disampaikan penyair AA Ajang melalui puisi Cermin Retak ini.

6
Amanat dan Pesan Moral Puisi Akulah Perempuan Lemah
Karya Fathul Sufath

Akulah Perempuan Lemah

Akulah perempuan lemah
Meniti ranting yang menumpuk
Rintikku tercurah duka lara
Pada cerita kumbang sore hari

Akulah perempuan lemah
Tebar pesona kemudian pergi
Meninggalkan duka pada jejak
Jadikan warna dalam hidup

Akulah perempuan lemah
Yang jatuh pada rinai kesedihan
Yang terdamparpada padang kedukaan
Setiap menuai runcing air mata

Akulah perempuan lemah
Jatuh pada dekapan bualanmu
Pada retak ilalang dustamu
Dan lenyap bersama bayangan

Antara aku perempuan lemah
Dengan semua rintihan duka
Berlabuh di dermaga air mata

Banjarbaru, 16 November 2014

       Ditinjau dari cara bertuturnya puisi yang berjudul Akulah Perempuan Lemah karya Fathul Sufath ini termasuk Puisi Liris. Yang ditandai dengan kata Aku sebagai penutur. Ditinjau dari ungkapan-ungkapan yang dipergunakan, puisi ini termasuk kelompok Puisi Deskriptif Impresionis yang mengungkapkan kesan penyair tentang sesuatu hal yang sangat menarik dan mengganjal di hatuya.
       Berdasarkan paparan di atas, kita ketahui bahwa puisi ini mengungkapkan tentang seorang perempuan yang jatuh terjebak pada perangkap bujuk dan rayu seorang lelaki yang dikiranya bertanggung jawab dan dapat dipercaya, ternyata lelaki itu hanyalah seekor kumbang pengisap madu yang terbang ,emgisap madi  dari bunga yang satu ke bunga yang lain, lalu pergi begitu saja meninggalkan perempuan lemah itu. Kini yang tersisa hanyalah duka lara deraian air mata. Kini perempuan lemah itu terdampar di padang kedukaan. Dengan semua rintihan lemah ia berlabuh di dermaga air mata.
     Berdasarkan paparan dan bahasan di atas, kita dapat mengambil hikmah yang sangat berharga, yaitu adanya amanat dan pesan moral yang terkandung dalam puisi ini yang patut kita pertimbangkan. Amanat dan pesan moral itu adalah, hendaknya para gadis atau wanita lainnya jangan cepat percaya, jangan sampai terlena dengan  bujuk rayu kumbang-kumbang pengisap madu. Sebab bisa jadi itu akan menimbulkan penyesalan di kemudian hari. Demikianlah kiranya amanat dan  pesan moral yang terkandung dalam puisi Akulah Perempuan Lemah karya Fathul Sufath ini.  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar