menu

Rabu, 29 Juni 2016

PENGGUNAAN MAJAS DALAM MENULIS SEBUAH PUISI



PENGGUNAAN MAJAS DALAM MENULIS SEBUAH PUISI


           Yang dimaksud dengan Majas di sini adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata kiasan, tamsil ibarat atau perumpamaan, kata-kata bukan dalam arti yang sebenarnya. Menulis sebuah puisi memang memerlukan penggunaan majas. Kenapa? Karena sebuah puisi akan lebih berasa, indah dan puitis bila menggunakan majas. Karena fungsi majas memang untuk memberi keindahan dan keselarasan dalam sebuah puisi. Sebuah majas penuh dengan konotasi akan mampu memikat hati pembaca secara indrawi. Di samping itu penggunaan majas mampu menghidupkan, meningkatkan efek dan konotasi tertentu. Majas juga mampu membuat puisi memancarkan banyak makna. Di samping itu penggunaan majas dalam sebuah puisi akan menghasilkan kesenangan imajinatif dan imaji tambahan dalam sebuah puisi, dapat menambah intensitas perasaan penyair dalam menyampaikan makna dan menyampaikan sikap penyair serta dapat menyampaikan sesuatu yang luas dengan bahasa yang singkat dan padat.

Minggu, 26 Juni 2016

AMANAT DAN PESAN MORAL DALAM SEBUAH PUISI



AMANAT DAN PESAN MORAL DALAM SEBUAH PUISI
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                 
        Amanat dan pesan moral yang terkandung dalam sebuah puisi adalah pesan, nasihat dan keinginan penyair yang ingin disampaikannya melalui karya puisi yang ditulisnya. Dengan kata lain amanat inilah yang memotivasi penyair menciptakan sebuah puisi. Amanat dan pesan moral, baik yang tersurat maupun yang tersirat, mungkin secara sadar sudah ada di dalam pikiran penyair. Karenanya semua diksi, citraan dan majas yang digunakan tentu sudah sejalan dengan amanat dan pesan moral yang ingin disampaikan. Itu berarti dalam menulis puisi penyair seyogyanya mempertimbangkan diksi dan ungkapan yang dapat mengarahkan pembaca kepada amanat dan pesan moral yang ingin disampaikannya. Minimal tidak menyimpang ke arah lain. Tetapi pada kenyataannya banyak penyair yang tidak menyadari tentang hal itu. Kenapa? Karena banyak penyair yang menciptakan sebuah puisi hanya dengan menulis tanpa memikirkan tema, amanat dan pesan moral yang diinginkannya dengan menulis puisi itu. Menurutnya yang terpenting adalah berkarya dengan menulis kata-kata yang terlintas di dalam benaknya. Soal makna, tema, amanat dan pesan moral yang tersurat di dalam puisinya, biarlah pembaca yang mencari sendiri dalam puisi yang ditulisnya itu.

Jumat, 24 Juni 2016

RINDU DI BUMI AMUK HANTARUKUNG BAGIAN 11



RINDU DI BUMI AMUK HANTARUKUNG BAGIAN 11


       Ayu mengunci pintu rumah Bram lalu menghidupkan mesin kendaraaannya dan langsung menuju ke warung katupat Acil Mirna. Dia sengaja tidak makan di warung itu tetapi ia hanya membeli katupat dua porsi, satu untuknya dan satu lagi untuk Abah, lalu ia pulang. Hanya dalam hitungan menit ia sudah sampai di rumah. Saat itu Abah sedang asik menonton tv sambil minum kopi. Sedih juga hatinya melihat tayangan berita di televisi itu. Di mana-mana selalu saja masalah banjir yang diberitakan. Bukan hanya di Jakarta dan beberapa daerah lainnya yang dilanda banjir, beberapa daerah di Kalimantan Selatan juga ada yang dilanda banjir. Kota Banjarbaru yang selama ini tak pernah kebanjiran ternyata tahun ini juga ikut dilanda banjir. Ternyata bukan hanya banjir, tetapi juga tanah longsor terjadi di beberapa daerah lainnya. Tiba-tiba ia terkejut melihat Ayu sudah duduk di sampingnya.

Sabtu, 18 Juni 2016

RINDU DI BUMI AMUK HANTARUKUNG BAGIAN 10



RINDU DI BUMI AMUK HANTARUKUNG BAGIAN 10

10

       Pagi ini Dewi tidak seperti biasanya. Ia baru keluar dari kamarnya setelah lewat pukul tujuh, bahkan hampir pukul delapan. Dilihatnya pintu kamar Bram masih tertutup rapat. Barangkali saja ia masih tidur. Sebenarnya ia mau mengajak Bram sarapan pagi nasi goreng istimewa buatannya. Atau kalau perlu dia sendiri yang membawa makanan itu ke kamar Bram untuk sarapan bersama.  

Jumat, 17 Juni 2016

RINDU DI BUMI AMUK HANTARUKUNG BAGIAN 09



RINDU DI BUMI AMUK HANTARUKUNG BAGIAN 09

09

       Diam-diam Bram keluar mencari warung kopi tetapi tak jadi karena ada Iras duduk seorang diri di luar. Nampak Iras cukup gelisah tentu sedang menantinya dari tadi.

       “Kak Bram mau pergi lagi ya?”
       “Tidak ke mana-mana,” jawabnya bohong. Sebenarnya ia memang mau pergi.
       “Ah tidak usah ngeles. Pasti mau keluar kan?” 

Rabu, 15 Juni 2016

Haruskah Aku?



Haruskah Aku?
Cerpen: Hamberan Syahbana

      Kuperhatikan belakangan ini ada yang berubah pada ayah angkatku ini. Dia sudah berubah menjadi orang lain. Padahal selama belasan tahun ia adalah seorang ayah yang baik, ayah yang sangat penyayang. dan selalu memanjakanku. Mau apa saja aku tinggal bilang. Dia juga telah mencukupi segala keperluanku. Mulai dari kebutuhan makan minum, pakaian sampai pendidikanku hingga semester akhir perkuliahanku.. Dia juga tak segan-segan mengeluarkan biaya yang kuperlukan berapa pun besarnya. Tetapi, kini ada yang sangat berubah, dia mencoba menjaga jarak. Ini terlihat jelas pada sikap dan tingkah lakunya yang serba kaku kepadaku. Begitu juga sikapku. Diantara kami seakan-akan ada jurang pemisah yang dalam. Bicara hanya seperlunya. Tak terdengar lagi kata sayang yang dulunya begitu akrab ditelingaku. Dan akupun tak pernah lagi bermanja-manja.

Jumat, 10 Juni 2016

RINDU DI BUMI AMUK HANTARUKUNG BAGIAN 08



RINDU DI BUMI AMUK HANTARUKUNG BAGIAN 08

08
  
       Bram membuka pintu kamar itu pelan-pelan lalu masuk diiringi Surya. Nampak di atas meja tak teratur buah segar berdesakan dengan botol-botol infus yang belum terpakai. Saat ini Paman Juhri sedang tertidur pulas. Pelan-pelan Bram mendekati Paman Juhri. Tiba-tiba berdering HP-nya Surya, ternyata itu panggilan dari rumah yang menyuruhnya cepat pulang. Surya pun buru-buru pulang. Kini hanya ia sendiri yang tinggal di kamar itu. Ia meletakkan tas bahunya di tempat yang aman, lalu duduk di tepi ranjang Paman Juhri. Ia hampir meneteskan air mata karena terharu melihat Paman Juhri yang terbaring layu. Ia sudah merasa Paman Juhri ini seperti mertuanya sendiri. Hampir setengah jam ia berada di ruang Kumala A4 ini, baru ingat bahwa tadi sore ia tidak sempat pamitan dengan Julak Idar dan Ayu. Padahal sekarang hampir pukul sebelas malam. Haruskah ia memberi kabar sekarang? Harus! Itu sangat harus, tetapi apakah Ayu itu masih belum tidur? Akhirnya ia memutuskan harus memberitahu bahwa ia berada di Banjarmasin. Cepat-cepat ia mengeluarkan HP-nya, tetapi HP itu tak ada di sakunya. Dicarinya di dalam tas ternyata juga tak ada. Astagfirullah! Ternyata HP-nya ketinggalan. Wah, bisa kacau nih. Bukankah HP itu wajib harus dibawa kemana pun ia pergi? Tanpa HP ia tak bisa dihubungi dan juga tak bisa menghubungi rekan-rekannya yang lain, lebih-lebih lagi Julak Idar dan Ayu. Karena semua nomor-nomor penting ada di dalam HP itu. Tak ada satu nomor pun yang dapat diingatnya. Bagaimana ini? Apa boleh buat. Tiba-tiba ia melihat Paman Juhri membuka matanya pelan-pelan. Perlahan ia menoleh ke arah Bram lama sekali. Nampaknya Paman Juhri itu mencoba mengenalimya.

Rabu, 08 Juni 2016

Cintaku Masih Ada Di Kamar Ini



Cintaku Masih Ada Di Kamar Ini 
Cerpen Hamberan Syahbana

       Tak terasa sudah lima tahun istriku berpulang ke rahmatullah. Berarti sudah lima tahun juga aku menduda. Tapi rasanya baru beberapa bulan saja. Masih terang dalam ingatanku, selama sembilan tahun kami bercengkarama di kamar ini. Suka dan duka kami alami bersama, kini semua tinggal kenangan. Sejak kepindahanku ke kota, aku malas, aku jarang pulang kampung. Hanya saja kedua anakku yang masih kecil-keil itu sering minta diantar, maklum keduanya sejak bayi sudah lekat dengan Nurlina mantan adik iparku itu. Seperti sekarang ini, ya aku mau saja mengikuti keinginan anakku itu. .

Sabtu, 04 Juni 2016

Mengungkap Keunikan Gumam Asa Bungkam Mata Gergaji Ali Syamsudin Arsi



Mengungkap Keunikan Gumam Asa Bungkam Mata Gergaji
Ali Syamsudin Arsi
oleh Hamberan Syahbana
I
       Bungkam Mata Gergaji adalah sebuah buku kumpulan gumam Ali Syamsudin Arsi, yang biasa disebut dengan panggilan Bung ASA, salah seorang sastrawan dari Kalimantan Selatan yang dikenal luas sebagai penulis puisi. Sedangkan di jejaring social facebook dunia maya Bung ASA ini biasa menggunakan akun Ali Arsyi. Buku ini diterbitkan oleh Framepublishing Yogyakarta. Sebuah buku berukuran 13,5 x 20 cm, tebal 148 + xiv halaman dengan nomor ISBN 978-979-16848-4-7. Desain cover oleh Nur Wahida Idris dengan gambar cover lukisan Pintu Larangan karya Darvies Rasyidin. Cetakan pertama buku ini terbit pada bulan Februari 2011.

RINDU DI BUMI AMUK HANTARUKUNG BAGIAN 07



RINDU DI BUMI AMUK HANTARUKUNG BAGIAN 07

07

       Hari ini hari Minggu. Sejak dini hari tadi Ayu tak bisa tidur lagi. Sehabis sholat Shubuh ia langsung merebus air dan memasak buat makan pagi. Memang kedengarannya sangat aneh, ini bukan kebiasaan ibu-ibu di sini. Di sini sarapan pagi tidak di rumah tetapi di warung, termasuk juga Abah. Memang tidak semuanya seperti itu, ada juga satu dua yang sarapan di rumah. Ayu belakangan ini termasuk yang biasa sarapan di rumah. Abah memahami perubahan sikap Ayu belakangan ini. Itu karena hubungannya dengan Bram sedikit membaik. Bukankah istri yang baik selalu mempersiapkan sarapan buat suami? Bukankah sudah seharusnya ia membiasakan dari sekarang? Abah geleng-geleng kepala dan manggut-manggut kepala lalu pergi cepat-cepat ke warung katupat Acil Siti yang murah meriah.  
 

Kamis, 02 Juni 2016

MENIKMATI PUISI GELEPAR RUMPUT KHATULISTIWA KARYA DEWI NURHALIZAH



MENIKMATI PUISI
GELEPAR RUMPUT KHATULISTIWA
KARYA DEWI NURHALIZAH
I
       Pada waktu membaca judul essei ini pertanyaan yang timbul di benak kita adalah, Apakah puisi bisa dinikmati? Mungkinkah kita bisa menikmati puisi, sementara informasi yang disajikan teramat sedikit?  Jawabnya adalah Tentu saja Bisa. Kenapa tidak? Bagaimana caranya?